Penulis: Dellana Sasetyo/EQ
Ilustrasi oleh Amir Anugrah/EQ
Manusia sebagai tokoh utama dalam pasar tenaga kerja selalu dihadapkan dengan berbagai macam gaya dalam bekerja. Bekerja nine to five menjadi preferensi beberapa orang karena kestabilan yang ditawarkan. Gaya bekerja ini dilengkapi dengan jam kerja yang teratur dan gaji yang jelas. Namun, kini telah muncul alternatif gaya bekerja yang menawarkan fleksibilitas sebagai fitur utamanya, yaitu bekerja pada sektor gig economy. Gig economy diartikan sebagai keadaan saat tenaga kerja tidak lagi berorientasi menjadi tenaga kerja tetap, tetapi menjadi tenaga kerja jangka pendek (short term contract), tenaga kerja tidak tetap (temporary workers), maupun tenaga kerja lepas (freelancer).
Gig economy terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gig workers sebagai pasokan tenaga kerja yang menawarkan jasa, perusahaan sebagai pihak yang membutuhkan jasa, dan pihak ketiga yang menjadi jembatan bagi keduanya. Contoh nyata pihak ketiga tersebut adalah beberapa perusahaan berbasis teknologi, seperti Gojek, Grab, Airbnb, Uber, dan TaskRabbit. Keberadaan perusahaan tersebut mempermudah pertemuan kedua belah pihak. Oleh karena itu, gig workers sering disebut juga dengan istilah on demand workers. Artinya, mereka akan bekerja hanya saat dibutuhkan untuk melakukan suatu proyek yang bersifat spesifik sehingga mereka bukanlah karyawan suatu perusahaan.
Perjalanan Istilah Gig Economy
Gig economy yang sering dianggap sebagai produk dari revolusi industri 4.0 ternyata memiliki perjalanan yang menarik untuk ditelusuri. Lantas, bagaimana istilah gig economy muncul dalam masyarakat dan berjalan beriringan dengan kemajuan teknologi?
Tahun 1915, istilah “gig” digunakan dalam industri hiburan. Musisi jazz menggunakan istilah “gig” saat mereka harus tampil dari satu klub jazz ke klub jazz yang lain. Mulai tahun 1930-an, istilah “gig” mulai digunakan dalam ranah ekonomi. Peristiwa yang melatarbelakanginya adalah Depresi Besar, sebuah guncangan hebat dalam perekonomian yang mampu mengubah cara pandang beberapa orang terhadap konsep ekonomi yang sebelumnya. Depresi Besar memaksa para petani yang memiliki lahan harus menjual lahannya dan bekerja dengan cara nomaden dari lahan ke lahan. Seiring dengan berkembangnya teknologi, pada tahun 1940-an, muncul perusahaan pertama yang menyediakan pekerja temporaluntuk jasa pengetikan di Amerika Serikat bernama Russ Kelly Office Services.
Saat era digital dimulai, gig economy mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini bisa dilihat pada tahun 1990-an, situs-situs web yang menjadi jembatan antara gig workers dengan pihak yang membutuhkan mulai bermunculan, seperti Craiglist dan Upwork yang pada saat itu berbasis di Amerika Serikat. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat dan massal pada abad ke-21. Perkembangan gig economy jauh lebih dari sekadar situs web, aplikasi-aplikasi mulai bermunculan, seperti Gojek, Airbnb, Grab, dan lainnya. Saat ini, beberapa bidang pekerjaan seperti desain, teknologi informasi, konstruksi, media dan komunikasi, hingga layanan pengiriman dan sopir sudah mengandalkan gig economy.
Popularitas Gig Economy
Antusiasme masyarakat terhadap gig economy menunjukkan tren yang positif selama beberapa tahun terakhir. Berdasarkan Online Labour Index (OLI) dari Oxford University, jumlah gig workers tahun 2017 mengalami kenaikan sebesar 26 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Amerika Serikat, Inggris, India, Australia, dan Kanada merupakan negara yang menyumbang jumlah tinggi untuk gig workers.Hal ini juga didukung dengan data dari The US Bureau of Labor Statistics tahun 2017 yang menyatakan bahwa terdapat 55 juta orang yang tergabung dalam gig economy. Artinya, sebanyak 36 persen pekerja adalah gig workers dan 33 persen perusahaan menggunakan gig workers.
Walaupun Indonesia tidak termasuk dalam lima negara teratas yang mempunyai angka gig workers tinggi, jumlah gig workers di Indonesia mengalami penambahan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Mei 2019, dari angka 129,36 juta jumlah penduduk Indonesia yang bekerja, dapat disimpulkan bahwa terdapat 5,89 juta orang yang menjadi freelancer atau dengan persentase sebesar 4,55 persen.
Kondisi gig economy di Indonesia juga bisa dilihat dari lahirnya beberapa situs web yang seperti Sribulancer.com, Freelancer.com, Projects.co.id, dan situs web lain yang terkait. Pada tahun 2019, Sribulancer mengadakan riset yang menyatakan bahwa angka freelancer naik sebesar 16 persen dari tahun 2018. Sribulancer juga mencatat bidang desain dan multimedia merupakan bidang paling digemari dengan jumlah freelancer sebanyak 55.425 orang dan jumlah klien sebanyak 5.419 orang.
Fleksibilitas Gig Economy yang Bermuka Dua
Salah satu hal yang menjadi daya tarik gig economy adalah fleksibilitasnya. Hal ini membuat gig workers tidak hanya terpaku pada aspek jam kerja saja, tetapi juga tempat kerja. Keberadaan fleksibilitas jam kerja memberi kesempatan bagi gig workers untuk bekerja hanya pada waktu yang dia inginkan tanpa harus terikat pada peraturan perusahaan mengenai jam kerja.
Aspek fleksibilitas dari sisi tempat kerja berarti gig economy menghapus batasan geografis dalam pelaksanaan kerjanya. Hal ini tentu akan menguntungkan dua belah pihak, yaitu gig workers dan perusahaan yang membutuhkannya. Dilihat dari sudut pandang perusahaan, hal ini akan mengurangi kos tetapperusahaan karena perusahaan tidak perlu menyediakan sebuah tempat bekerja tambahan saat ia harus mempekerjakan gig workers. Selain itu, perusahaan juga dapat menghemat biaya untuk memberi karyawan pelatihan sebagai bekal melakukan sebuah proyek. Hal ini dikarenakan perusahaan akan memilih gig workers yang memiliki rekam jejak bagus sehingga mendatangkan manfaat besar dan meminimalisasi risiko bagi perusahaan. Di sisi lain, apabila dilihat dari sudut pandang gig workers, mereka akan diuntungkan karena tidak ada biaya lain yang harus dikeluarkan untuk bekerja, misalnya biaya transportasi.
Fleksibilitas sebagai fitur utama gig economy yang acap kali dijadikan keunggulan ternyata juga sangat berisiko tinggi menjadi sebuah titik lemah. Fleksibilitas sangat rawan untuk mendatangkan eksploitasi di dunia kerja. Eksploitasi tersebut tidak hanya dialami oleh pekerja tanpa keterampilan profesional seperti sopir transportasi online, tetapi juga rawan bagi pekerja dengan keterampilan profesional seperti konsultan dan desainer.
Regulasi Terhadap Gig Economy
Regulasi terkait gig economy lahir sebagai langkah preventif untuk memperkecil terjadinya eksploitasi. Indonesia memiliki regulasi yang mengatur hal ini, begitu juga New York sebagai salah satu dari lima teratas negara bagian Amerika Serikat yang dikategorikan menjadi tujuan gig workers.

Selain New York, California juga memiliki regulasi sendiri mengenai gig workers. Regulasi bernama Assembly Bill 5 (AB5) yang mulai efektif pada 1 Januari 2020 ini menjadi perhatian di awal tahun 2020. AB5 menyatakan bahwa pekerja lepas di antaranya sopir transportasi online, penulis, penerjemah, desainer, dan sopir truk akan diberlakukan sebagai pekerja tetap jika memenuhi beberapa persyaratan. Walaupun AB5 dirancang untuk melindungi gig workers, banyak protes dilayangkan kepada pemerintah karena beberapa alasan, seperti regulasi ini akan menjadi beban bagi perusahaan terkait dan membatasi fleksibilitas yang memang menjadi orientasi para gig workers.
Salah satu hal krusial yang agar bisa bertahan dalam dunia gig economy yang kompetitif adalah dibutuhkannya keahlian yang menjadikan dirinya punya nilai lebih dibandingkan orang lain. Berdasarkan PAYMENTS (PYMNTS), 41 persen gig workers direkrut karena mereka memiliki kemampuan unik dalam menyelesaikan suatu proyek spesifik yang menjadi pekerjaanya. Oleh karena itu, perusahaan yang merekrut gig workers akan menjadikan portofolio mereka sebagai acuan.
World Bank pada tahun 2019 menyatakan bahwa model pekerjaan berubah menjadi model gig untuk ke depannya sehingga diperlukan persiapan untuk beradaptasi terhadap perubahan. Indonesia sendiri memiliki kebijakan kartu pra kerja yang diharapkan dapat membantu kemajuan gig economy. Konsep dari program kartu pra kerja adalah peserta akan diberi bantuan dana untuk mengikuti pelatihan vokasi baik skilling maupun reskilling. Program ini diharapkan akan mampu meningkatkan kemampuan individu sehingga lebih siap untuk terjun dalam dunia kerja.
Keadaan Gig Economy di Tengah Pandemi
Pandemi Covid-19 menjadi sebuah guncangan bagi gig economy di tahun 2020. Dampak yang dirasakan beragam pada setiap jenis pekerjaan dalam gig economy. Beberapa gig workers dirugikan, tetapi pada bidang tertentu, jasa yang dibutuhkan justru makin meningkat. Hal ini bisa dilihat pada laporan The Wall Street Journal, terdapat penurunan pengguna Uber sebagai transportasi online sebanyak 21 persen pada akhir Maret 2020 apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Namun, di sisi lain, permintaan jasa pengiriman barang semakin meningkat karena adanya protokol kesehatan untuk tetap di rumah. Amazon adalah salah satu contoh perusahaan yang merekrut 100.000 orang untuk melakukan pengiriman barang karena adanya kenaikan belanja online pada masyarakat.
Selain berdampak langsung pada gig workers, pandemi ini juga berdampak pada para pekerja tetap yang ke depannya akan bersinggungan dengan gig economy. Pandemi akan menimbulkan pemecatan bagi para pekerja tetap. Berdasarkan The US Bureau of Labor Statistics, per April 2020, tingkat pengangguran di Amerika Serikat adalah 14,7 persen. Maraknya pemecatan menjadikan gig economy sebagai alternatif untuk tempat bekerja.
Refleksi
Keberadaan gig economy sebagai gambaran pasar tenaga kerja saat ini tidak bisa dihindarkan. Oleh karena itu, langkah yang tepat bukan menghindarinya, tetapi menyambutnya dengan regulasi yang sesuai. Proses penyambutan gig economy serasa dipercepat dengan adanya pandemi Covid-19. Dampak pandemi yang multidimensional mendorong urgensi regulasi gig economy agar tercipta payung perlindungan yang tepat.







–
Referensi
Aziz, Desi Rahmawati. (2018). Perlindungan Hukum Freelancer (Pekerja Harian Lepas). Diakses melalui: https://bahasan.id/perlindungan-hukum-freelancer-pekerja-harian-lepas/
Carosa, Chris. (2020). Will California’s AB5 Law Gag Your Gig Retirement. Diakses melalui: https://www.forbes.com/sites/chriscarosa/2020/02/27/will-californias-ab5-law-gag-your-gig-retirement/#507d11346518
Duszynski, Maciej. (2020). Gig Economy: Definition, Statistics & Trends [2020 Update]. Diakses melalui: https://zety.com/blog/gig-economy-statistics?gclid=CjwKCAjw57b3BRBlEiwA1Imytj4Bbuq9ovryVZnEQlJ0yk2bGBemnnCR9PrRzGAuoCONw8tSXyBeXRoC96YQAvD_BwE
Frazer, John. (2019). How The Gig Economy Is Reshaping Careers For The Next Generation. Diakses melalui: https://www.forbes.com/sites/johnfrazer1/2019/02/15/how-the-gig-economy-is-reshaping-careers-for-the-next-generation/#659cd3549ada
Freelancers Union. The Freelance Isn’t Free Law. (Tanpa Tahun).Diakses melalui: https://www.freelancersunion.org/get-involved/freelance-isnt-free/#:~:text=Who%20is%20protected%3F,and%20do%20not%20have%20employees.
Gigworker. (2019). The History and Future of the Gig Economy. Diakses melalui: https://gigworker.com/history-future-gig-economy/
Kharisma, Gilang. (2019). Melihat Potensi Pertumbuhan dan Tantangan Pekerja Lepas Indonesia. Diakses melalui: https://id.techinasia.com/pekerja-lepas-indonesia-2019
Moulds, Josephine. (2020). Gig workers among the hardest hit by coronavirus pandemic. Diakses melalui:https://www.weforum.org/agenda/2020/04/gig-workers-hardest-hit-coronavirus-pandemic/
New York City Government. (2016). NEW YORK CITY ADMINISTRATIVE CODE TITLE 20: CONSUMER AFFAIRS CHAPTER 10: FREELANCE WORKERS. Diakses melalui: https://www1.nyc.gov/assets/dca/downloads/pdf/about/Freelance-Law.pdf
Torpey, Elka dan Andrew Hogan. (2016). Working in a gig economy. Diakses melalui: https://www.bls.gov/careeroutlook/2016/article/what-is-the-gig-economy.htm
Volkin, Mike. (2020). Why The Gig Economy Will Drive The Future Of Employment. Diakses melalui:https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2020/03/27/why-the-gig-economy-will-drive-the-future-of-employment/#3485ab284f52
Wilson. Bill. (2017). What is the ‘gig’ economy?. Diakses melalui: https://www.bbc.com/news/business-38930048
Discussion about this post