Perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan perubahan budaya hidup di masyarakat. Perubahan tersebut meliputi peralihan dari kehidupan tradisional menuju kehidupan yang serba praktis. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) adalah salah satu alat praktis yang menghasilkan air minum siap konsumsi sehingga masyarakat tidak perlu lagi memasak air minum atau membeli air mineral. Akan tetapi, apakah nilai praktis selalu disambut baik oleh masyarakat?
Pemasangan SPAM di Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah salah satu bentuk hibah Kementerian Pekerjaan Umum (PU) guna mewujudkan green campus. SPAM ini merupakan satu dari tiga program taman kearifan selain ruang terbuka hijau dan program entertain kampus. UGM mulai menyusun rencana SPAM pada tahun 2014 dan eksekusi pada tahun 2015. “Tahun 2014 hingga pertengahan 2015 ada 11 water contain. Akhir 2015 baru ada penambahan menjadi 62. Sekarang baru diajukan untuk penambahan di setiap water contain juga disediakan water dispenser agar kelak SPAM dapat berfungsi untuk menyeduh minuman panas. Kendala dari pemasangan SPAM ini adalah belum banyak tersosialisasikan, jadi mahasiswa kurang aware,” ujar Adi Wibowo selaku Kepala Seksi Pengembangan Usaha Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM. Adi juga mengaku bahwa SPAM belum melaksanakan launching sebagai upaya sosialisasi kepada civitas akademika kampus kerakyatan ini.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) sendiri memiliki instalasi SPAM di timur selasar. Pemasangan alat yang dimulai sejak tahun 2014 ini menuai tanggapan yang berbeda-beda di kalangan mahasiswa. Beberapa mahasiswa menganggap keberadaan tap water membantu mereka, mahasiswa tidak perlu lagi membeli air mineral di kantin sehingga menghemat biaya konsumsi. “Saya minum air SPAM setiap hari, dan menurut saya airnya enak-enak saja,” ucap Bimo, salah satu mahasiswa FEB UGM.
Namun, tidak sedikit mahasiswa yang masih takut menggunakan tap water. “Di Indonesia, tap water masih jarang dipakai. Aku masih ragu sama sumber air dan pengolahannya,” aku Ghea (Akuntansi FEB UGM, 2015). Rumor yang tidak mengenakkan tentang penyalahgunaan tap water pun beredar di tengah mahasiswa. Tap water tidak digunakan untuk air minum tapi justru digunakan untuk hal lain oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, seperti cuci tangan atau kumur-kumur. Hal ini membuat resah beberapa mahasiswa FEB UGM, salah satunya Pramudita (Akuntansi FEB UGM, 2015). “Daripada minum air yang tidak jelas kebersihannya, lebih baik beli mineral botol atau bawa dari kos,” ujarnya.
Adi pun menimpal tentang keamanan air tersebut. Menurutnya air SPAM tidak berbahaya sama sekali, sisa air yang digunakan akan langsung di-flush keluar saluran air. “Kalau tentang bakteri, kita harus antisipasi dengan pengambilan water sampling setiap hari di 10 titik. Diambil sampling, dicoba diminum oleh staf, dan dilihat bau, warna, rasa dan pH keasaman. Setiap 3 bulan pun dicek ke lab yang bersertifikasi. Ada 44 parameter. Cek record setiap hari di kantor SPAM (yang berlokasi dekat Fakultas Hukum UGM) bisa dicek,” jelas Adi.
(Anindya Kupita, Muhammad Anugrah/EQ)
Discussion about this post