Menara Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu tumpukan building blocks di antara ratusan lainnya. Menara ini bukanlah yang tertinggi maupun terkokoh dan termasuk dalam teritori menara rapuh. Bahkan, dapat dikatakan bahwa menara ini masih butuh rekonstruksi berkali-kali untuk mencapai ketahanan dan impresi gemilang. Dilihat dari penyusunnya, Indonesia membutuhkan perombakan habis-habisan yang dapat memakan waktu cukup lama. Birokrasi yang menyusun menara ini belum dapat dikatakan efektif maupun efisien karena implementasi yang belum sepadan dengan cita-cita negara. Budaya pekewuh (‘sungkan’ dalam bahasa Jawa) telah menjadi pondasi menara Indonesia bahkan hingga ke tingkat pemerintahan. Kesenjangan mendahulukan yang lebih tua daripada yang lebih berkompeten dalam pemilihan pemegang jabatan, misalnya.
Namun, sejak Joko Widodo resmi dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, ia seakan berusaha menghilangkan ‘impresi’ itu sedikit demi sedikit. Sesuai dengan nama kabinetnya, ‘kerja’ adalah slogan pemerintahan Joko Widodo yang tidak lagi mengutamakan latar belakang untuk menjadi pemimpin. Pencalonan tunggal Tito Karnavian sebagai Kapolri baru-baru ini merupakan gebrakan Jokowi yang menghasilkan pro dan kontra dari berbagai pihak karena melompati tiga generasi sekaligus dari Kapolri sebelumnya, Badrodin Haiti. Jokowi seakan-akan mengobrak-abrik susunan menara yang telah terbentuk dan menggantikannya dengan alat dan bahan yang dibutuhkan menara ini untuk dapat menahan lebih banyak building blocks di kemudian hari.
Program-program yang dicanangkan Jokowi pun bukan semata-mata hitam di atas putih, melainkan dilaksanakan dengan cara yang baru pula. Budaya ‘blusukan’ Jokowi yang rutin dilakukan terbukti dapat memecahkan permasalahan di daerah-daerah terpencil yang belum pernah dijamah pemerintah sebelumnya. Jokowi merupakan Presiden RI pertama yang berhasil melakukan komunikasi langsung dengan Suku Anak Dalam serta yang pertama berani ‘blusukan’ ke zona merah di Indonesia yakni Kabupaten Nduga, Papua.
Selain itu, Jokowi memberlakukan berbagai kebijakan yang dinilai lebih berani dibanding pemerintah sebelumnya dan menghasilkan dampak positif bagi kemajuan pembangunan Indonesia. Ia mengumumkan kenaikan BBM sendiri tanpa diwakilkan menteri atau wapres untuk meningkatkan kepercayaan rakyat kepada dirinya. Ia mengizinkan penenggelaman kapal pencuri ikan di laut Indonesia, suatu peraturan yang telah lama diatur dalam undang-undang RI namun belum pernah dilakukan secara nyata. Pembubaran Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) yang diarahkan langsung oleh Jokowi juga membuktikan tekadnya membersihkan seluruh konstruksi menara dari kotoran-kotoran sekecil apapun. Mengapa? Petral yang dinilai merugikan masyarakat karena mengimpor BBM serta mencampuri kebijakan untuk mencari keuntungan merupakan hambatan pembangunan Indonesia dan perlu dihilangkan.
Jokowi telah membuktikan bahwa suatu budaya yang telah melekat dan membuat sesuatu sulit berkembang dapat diubah dengan kerja keras dan gebrakan strategis. Untuk itu, kita sebagai rakyat Indonesia yang ikut menikmati hasil keringat Joko Widodo dan aparatnya juga harus meninggalkan kebiasaan buruk lama dan menggantinya dengan hal baru yang dapat membangun building blocks Indonesia menjadi lebih tinggi dan kokoh.
(Azellia Alma Shafira/EQ)
image: viva.co.id