Bulan Ramadan merupakan momentum yang suci bagi kaum Muslim di seluruh dunia karena selama bulan Ramadan amalan-amalan ibadah yang dilakukan akan dilipatgandakan. Aneka macam jajanan takjil, kegiatan berbuka puasa bersama, tarawih, serta persiapan baju dan kue lebaran merupakan hal-hal yang identik dengan bulan Ramadan. Namun, masih ada tradisi yang terlupakan, yaitu inflasi dan peredaran uang yang meningkat.
Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar. Seperti yang kita ketahui, setiap menjelang bulan Ramadan, dari pelaksanaan hingga bulan ini usai harga-harga mengalami kenaikan yang signifikan. Layaknya sebuah tradisi, inflasi terus terjadi setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi pada Mei 2016 mencapai 0,24 persen. Akan tetapi, nilai ini relatif lebih rendah dari rata-rata inflasi menjelang Ramadan dalam lima tahun terakhir (2011-2015). Lantas mengapa tradisi inflasi setiap Ramadan dapat terjadi?
Terdapat dua penyebab terjadinya inflasi, yaitu inflasi permintaan (demand pull inflation) dan inflasi biaya (cost push inflation). Berdasarkan teori ekonomi, ketika permintaan meningkat tanpa disertai penawaran yang memadai akan terjadi kelangkaan terhadap barang yang akan berujung melonjaknya harga barang tersebut, keadaan seperti inilah yang disebut inflasi permintaan (demand pull inflation). Menjelang Ramadhan permintaan masyarakat terhadap kebutuhan pokok (sembako), baju baru untuk Idul Fitri, tiket transportasi untuk mudik dan kue lebaran sangat tinggi. Akan tetapi, penawaran atau persediaan produk tidak mampu memuaskan permintaan masyarakat yang tinggi, akhirnya, peningkatan harga dapat terjadi. Contohnya, terjadi inflasi terhadap gula pasir dan telur sebesar 0,04% dan 0,02% selama Ramadhan tahun ini karena permintaan masyarakat terhadap produk tersebut meningkat.
Hal lainnya yang mempengaruhi yaitu upah pegawai dan bahan baku produksi yang mengalami peningkatan dapat menyebabkan kenaikan harga produk yang dapat berujung menurunnya penawaran barang di pasar. Keadaan meningkatnya biaya produksi ini disebut inflasi biaya (cost push inflation). Proses distribusi dapat juga menjadi unsur terjadinya inflasi. Bencana alam seperti banjir dan tanah longsor yang terjadi selama bulan Ramadan mengakibatkan terhambatnya jalur distribusi produk, peningkatan biaya transportasi distribusi dan penurunan kualitas produk yang berpengaruh terhadap penawaran produk di pasar. Selain itu, di Indonesia proses distribusi yang panjang dari produsen ke konsumen mengakibatkan tingginya harga produk.
Faktor terjadinya inflasi juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah uang yang beredar. Jelang bulan Ramadan Bank Indonesia mengedarkan uang mencapai Rp 534,7 triliun yang terdiri dari Rp 527,6 triliun uang kertas dan Rp 7,1 triliun uang logam. Kebijakan pemerintah tentang pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) terhadap tenaga kerja, peminjaman uang di bank maupun Pegadaian membuat jumlah uang yang beredar meningkat sejalan dengan tingginya daya beli masyarakat. Ketika masyarakat memiliki uang yang cukup banyak, keinginan untuk membeli barang akan tinggi dan hal ini membuat permintaan di pasar melonjak. Sehingga, terjadinya inflasi di bulan Ramadan menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Namun, tingkat inflasi tersebut dapat dikontrol agar tidak memberatkan atau menambah beban masyarakat. Pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan untuk mesnekan dan mengontrol inflasi. Jangan sampai inflasi yang tinggi menjadi sebuah tradisi yang “dilestarikan” setiap bulan Ramadan. Masyarakat juga dapat berperan menurunkan tingkat inflasi dengan cara mengontrol keinginan agar membeli barang yang dibutuhkan saja.
https://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
http://www.investopedia.com/terms/c/costpushinflation.asp
http://economy.okezone.com/read/2016/06/06/20/1407589/jelang-ramadan-jumlah-uang-beredar-tembus-rp534-triliun
image: www.jaknews.co.id
(Fajria Aprillia/EQ)
Discussion about this post