29 °c
Yogyakarta
25 ° Wed
26 ° Thu
25 ° Fri
25 ° Sat
Tuesday, March 2, 2021
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontribusi
  • Pedoman Media Siber
  • Masthead
Warta EQ
  • Home
  • Warta
    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

    Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

    Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

    Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

    Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

    Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

    Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

    Beramai-ramai Pindah ke Simaster

    Beramai-ramai Pindah ke Simaster

    Trending Tags

    • Pemilu
  • Berita
    • All
    • FEB
    • Jogja
    • Nasional
    • UGM
    Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

    Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

    FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

    FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

    Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

    Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

    Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

    Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

    Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

    Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

    Trending Tags

    • 2019
  • Ekspresi
    • All
    • FEB Menulis
    • Fokus
    • Sastra
    Bisa

    Bisa

    Patah Hati

    Patah Hati

    Puan

    Puan

    Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

    Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

    Pendidikan tanpa Filsafat

    Pendidikan tanpa Filsafat

    Trending Tags

  • Riset
    • All
    • Jelajah Pokok
    • Opini
    • Telusur Perkara
    Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

    Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

    Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

    Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

    Memilih Demokrasi

    Memilih Demokrasi

    Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

    Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

    Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

    Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

    Trending Tags

    • Produk Kami
      • EQ News
      • Majalah
      • Mini Research
    No Result
    View All Result
    Warta EQ
    • Home
    • Warta
      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

      Zoom Fatigue, Pernahkah Berada pada Fase Ini?

      Beramai-ramai Pindah ke Simaster

      Beramai-ramai Pindah ke Simaster

      Trending Tags

      • Pemilu
    • Berita
      • All
      • FEB
      • Jogja
      • Nasional
      • UGM
      Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

      Charity Concert GMCO 2020: Berbagi Kasih Melalui Karya

      FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

      FSDE 2020: Pemulihan Ekonomi di Masa Pandemi Melalui Fintech

      Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

      Closing Ceremony Porsenigama 2020: Penutup Manis Keseruan Laga Pertandingan

      Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

      Debat Capresma Jilid Dua: Siapakah yang Terbaik?

      Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

      Opening Ceremony Porsenigama 2020: Bersemangat Melampaui Segalanya

      Trending Tags

      • 2019
    • Ekspresi
      • All
      • FEB Menulis
      • Fokus
      • Sastra
      Bisa

      Bisa

      Patah Hati

      Patah Hati

      Puan

      Puan

      Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

      Pentingnya Perencanaan Keuangan akibat Uang Elektronik

      Pendidikan tanpa Filsafat

      Pendidikan tanpa Filsafat

      Trending Tags

    • Riset
      • All
      • Jelajah Pokok
      • Opini
      • Telusur Perkara
      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Sandwich Generation: Antara Bakti dan Derita

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Jalan Panjang Indonesia dalam Mewujudkan Pendidikan Inklusif

      Memilih Demokrasi

      Memilih Demokrasi

      Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

      Quo Vadis Wisata Storynomics Yogyakarta

      Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

      Regulasi Kantong Plastik dalam Jerat Kompleksitas Perilaku

      Trending Tags

      • Produk Kami
        • EQ News
        • Majalah
        • Mini Research
      No Result
      View All Result
      Warta EQ
      Home Warta

      Indie dan Reformasi Permusikan Kontemporer

      Tim Redaksi by Tim Redaksi
      May 24, 2019
      in Warta
      0
      Indie dan Reformasi Permusikan Kontemporer
      0
      SHARES
      266
      VIEWS
      Share on FacebookShare on Twitter
      ADVERTISEMENT

      Diambil dari kata independent, indie dalam ranah permusikan memang akan jauh lebih tepat bilamana didefinisikan sebagai suatu gerakan penciptaan karya secara bebas tanpa intervensi apapun dan tanpa keterikatan dengan label produksi manapun. Berbekal prinsip tersebut, indie sebagai sebuah paham dalam bermusik terbukti dapat dengan sendirinya mencapai tahap keberagaman karya yang tinggi. Hal ini berdampak pada adanya otomatisasi peningkatan peluang pasar musik indie dengan penawaran paling menggiurkannya: ketiadaan stagnasi karya.

      “Setuju sih kalau dibilang indie itu bukan sebuah genre,” jelas Illona, vokalis grup musik Illona and The Soul Project atau yang akrab dikenal dengan sebutan Illona ATSP (29/4). “Kalau buat aku pribadi, indie itu lebih kepada proses produksi yang independen. Tidak dinaungi oleh label-label mayor, tapi bukan berarti musik ini berbeda secara keseluruhan dari musik-musik pada umumnya,” imbuhnya. Ya, independensi produksi ini memang tidak secara langsung memberikan impak pada output. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa –walau tidak tampak pada corak karyanya– perbedaan itu tetap ada dan seolah membawa indie kepada keunikannya sendiri.

      ADVERTISEMENT

      Menelaah perbedaan musik indie dengan non-indie memang tidak dapat disamakan dengan menelaah perbedaan antara misalnya musik pop dan jaz atau rok dan blues. Batasan antara musik indie dan non-indie boleh jadi justru terletak pada keberagaman substansi di dalam musik itu sendiri. Kemandirian produksi yang diusung musik indie lumrahnya lebih memberikan ruang bagi para musisi untuk leluasa memilih orientasi karyanya masing-masing. Hal itu terjadi lantaran tanpa keterikatan dengan label produksi manapun, seorang musisi tentu akan dapat membuahkan karya seni yang lebih murni. Oleh karena itu, karya yang dihasilkan akan diwarnai dengan ide-ide liar sang kreator tanpa harus terlalu terikat oleh tren pasar atau tuntutan dapur rekaman tertentu.

      Baca Juga

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      “Soal ciri khas ataupun karakter itu aku yakin semua musisi punya sendiri-sendiri, cuma mungkin pada akhirnya yang bener-bener dinikmati masyarakat dalam hal ide-ide melalui kebebasan mereka berkarya itu sejauh ini ya musisi-musisi indie,” papar Illona. Di sisi lain, pemaknaan masyarakat terhadap musik itu sendiri tampak perlahan mengalami pergeseran. Tidak lagi sekadar wadah berekspresi, saat ini lagu boleh jadi dianggap sebagai penggambaran diri seseorang. “Lagu indie itu biasanya bener-bener ngangkat isu yang emang orang senang. Misal lagunya Efek Rumah Kaca yang cenderung ke isu-isu politik, Barasuara mungkin isu-isu sosial, kemudian Fiersa Besari tentang sastra. Jadi, musik indie lebih kepada eksplorasi yang mendalam di musik itu. Akhirnya musik menjadi semacam identitas,” terangnya.

      Ihwal musik indie yang dewasa ini kian prominen di masyarakat tentu tidak perlu diperdebatkan lagi. Dilihat dari perjalanan musik indie dari waktu ke waktu, anggapan saat ini bahwa musik indie sedang menemui masa-masa gemilangnya mungkin ada benarnya. Meski demikian, Illona tetap tidak membenarkan bilamana musik indie dianggap sudah dalam kondisi yang bagus. “Bagus atau enggak itu relatif, sih. Tapi mungkin saat ini (musik indie) sudah berkembang, lebih berkembang,” tutur Illona. Namun, terlepas dari torehan tersebut, sebagai sebuah cabang seni musik tentu indie tidak bisa cepat puas. Penyesuaian demi penyesuaian rasanya mutlak dilakukan para pelaku musik indie untuk dapat terus mengibarkan panjinya dan bertahan di tengah ketatnya persaingan belantika musik tanah air.

      “Sudah pasti perlu improvement karena yang namanya pengembangan itu kan dinamis. Pokoknya inovasi, bisa melalui musiknya, stage performance-nya, atau bahkan masing-masing player-nya,” jelas Illona. Belum lagi, kompleksitas persoalan kian meningkat akibat adanya tantangan baru berupa apa yang kita sebut “digitalisasi”. Sebut saja Joox atau Spotify, berapa banyak di antara kita khususnya generasi millenial yang tidak mengenalnya? Kalaupun ada, jumlahnya sangat kecil sehingga tidak perlu dipertimbangkan. Platform-platform musik online seperti inilah yang barangkali membuat musik indie lebih mudah berkembang dan mengorientasikan diri kepada khalayak.

      Meski begitu, fenomena digitalisasi ini boleh jadi ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi digitalisasi memudahkan aksesibilitas terhadap musik, tetapi di lain sisi dapat menjadi malapetaka. “Kayak sekarang Spotify itu kan, misal orang udah nggak suka sama lagunya di intro doang mereka bakal langsung next, next, ganti lagu,” keluh Illona. Kemungkinan-kemungkinan semacam inilah yang membuat para kreator musik harus terus berhati-hati dan pandai memutar otak dalam upaya mencari cara bagaimana memuaskan selera pendengar.

      Ya, digitalisasi, ketatnya persaingan pasar, hingga warna-warni selera pendengar yang harus dipuaskan hanyalah sepetak kecil dari jalaran ruwet persoalan dunia permusikan. Perkara bagaimana sebuah karya dapat bertahan barangkali merupakan bonus. Hal paling utama mestinya ialah bagaimana menyuguhkan ide-ide segar yang laik didengar oleh para penikmat musik. Disadari atau tidak, sejatinya terlampau banyak pelajaran yang harus diambil dari kisah-kisah genre musik yang lebih dulu berkiprah. Mereka timbul tenggelam begitu mudah pada deras arus waktu dan ayun selera masyarakat. Lalu, benarkah indie hadir untuk menjawab itu semua?

      (Abhinaya Rasendriya dan Aning Era Reformasi/EQ)

      Tags: Musik
      ADVERTISEMENT
      Tim Redaksi

      Tim Redaksi

      Redaksi Digital BBPM Equilibrium FEB UGM Periode 2021/2022 beranggotakan 8 awak yang terdiri atas Rere, Putu, Ratri, Bela, Lalita, Lia, Merisa, dan Triani

      Related Posts

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?
      Warta

      Mengulik Drama Start-Up: Realita atau Naskah Belaka?

      January 20, 2021
      146
      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi
      Warta

      Awali dengan Proteksi sebelum Berinvestasi

      December 30, 2020
      117
      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?
      Warta

      Bekerja Saat Menjadi Mahasiswa, Buat Apa?

      September 28, 2020
      134

      Discussion about this post

      ADVERTISEMENT

      POPULAR NEWS

      • Teori Black Swan: Bercermin dari Angkuhnya Ketidakmungkinan

        Teori Black Swan: Bercermin dari Angkuhnya Ketidakmungkinan

        4 shares
        Share 4 Tweet 0
      • Unpaid Internship, Magang Dibayar Pakai Pengalaman

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      • Selebrasi PPSMB Palapa dan Sampahnya

        1 shares
        Share 1 Tweet 0
      • Saya Memilih untuk Tidak Memiliki Circle

        1 shares
        Share 1 Tweet 0
      • Bosan dengan Kegiatan Kampus? Gali Potensimu dengan Kegiatan di Luar Kampus!

        0 shares
        Share 0 Tweet 0
      ADVERTISEMENT
      Facebook Twitter Instagram
      Warta EQ

      BPPM Equilibrium adalah lembaga mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) yang berdiri pada tahun 1968.

      Yogyakarta, Indonesia
      Tuesday, March 2, 2021
      Thunderstorms
      29 ° c
      72%
      3.11mh
      -%
      28 c 22 c
      Wed
      29 c 22 c
      Thu
      28 c 22 c
      Fri
      27 c 22 c
      Sat

      © 2019 Redaksi Digital

      No Result
      View All Result
      • Home
      • Warta
      • Berita
      • Ekspresi
      • Riset
      • Produk Kami
        • EQ News
        • Majalah
        • Mini Research

      © 2019 Redaksi Digital

      Login to your account below

      Forgotten Password? Sign Up

      Fill the forms bellow to register

      All fields are required. Log In

      Retrieve your password

      Please enter your username or email address to reset your password.

      Log In