25 April 2015
Hujan masih belum berhenti ketika kau memutuskan untuk pergi
Telah terhitung setahun lebih kau tak juga kembali
Dan tak lebih dari 10 kali kabar yang terkirim
Satu pertanyaan masih saja menggelayuti benak ini
Apakah kau telah memiliki rumah lain untuk kembali?
Apakah kau telah memiliki hati untuk kau masuki?
Atau sebaliknya, sudah tak adakah bagian hatimu untuk kumasuki (lagi)?
Dimulai dari posisi yang tak pasti dan hingga kini pun semakin tersingkiri
Kemarin, sekarang, atau esok hari, dimanakah posisi diri ini?
Apakah masih saja di luar hati ataukah baru saja keluar dari hati?
Salah mungkin, jika dikatakan kau tidak memberikan jawaban pasti
Karena bisa saja sejak awal memang tak ada yang butuh jawaban disini.
Jadi, aku yang terlalu berharap dan percaya diri,
Yang akhirnya membawaku akan kesalahan penyimpulan sendiri
Atau memang keadaan yang tak lagi berpihak kesini?
Rintik masih berjatuhan menemani mega yang masih menggelayuti langit
Ia yang kemudian membasahi bumi
Terserap masuk ke dalam pori-pori
Berbekas, hilang, berbekas, dan hilang lagi
Itu dulu, beda dengan yang kini.
Rumah-rumah serta gedung-gedung telah dibangun tinggi
Hujan pun seolah tidak berarti karena ada mereka yang ada untuk melindungi
Jadi, apakah sang hujan ini sudah tak berarti lagi
Ketika derasnya sekalipun tak dapat masuk ke dalam pori
Tak dapat ataupun tak perlu menghilang karena ia tak pernah masuk ke pori,
Sejak awal ia memang tak pernah membekas lagi
Jadi, untuk apa disini?
Bukankah sudah ada yang lain untukmu terlindungi?
Bahkan terlindungi dari diri ini
Jadi, apakah ia harus berhenti untuk membasahi bumi?
Haruskah ia berhenti untuk memperingatinya agar beristirahat dan mendinginkan diri?
Haruskah ia berhenti hingga entah kapan waktu akan mempertemukan kembali?
Kali ini, berikanlah sebuah jawaban pasti
Salam dari Sang Hujan yang Masih Berusaha Membasahi
Untuk Sang Bumi yang Tak Jua Kembali
(Wahyuningtyas P./UGM)
Discussion about this post