Di tengah pandemi Covid-19 yang tak kian usai, publik tiba-tiba dikejutkan oleh fakta baru. Selama ini, masyarakat menyangka bahwa transmisi virus corona hanya dapat melalui droplet yang menempel pada benda sekitar dan menular dalam jarak dekat. Namun, pada 7 Juli 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan secara resmi virus corona menyebar melalui udara (airborne) yang berwujud aerosol. Menurut hasil riset Profesor Lidia Morawska dari Queensland University of Technology dan para ilmuwan lainnya, mekanisme transmisi virus ini menghasilkan aerosol mikroskopis berukuran kurang dari 5 mikron dengan cara menguap di udara. Bukti penyebaran virus secara airborne ini ditemukan pada ruangan tertutup dengan sirkulasi udara yang buruk. Partikel virus kini dapat bertahan dalam waktu lebih lama dan bergerak lebih jauh. Jadi, perlu dicatat penularan virus bukan sekadar melalui cipratan melainkan dapat terhirup antarmanusia.
Bersamaan dengan munculnya fakta baru itu, kondisi di tanah air mulai melonggar. Masyarakat banyak yang sudah abai akan protokol ketat yang diterapkan pemerintah. Orang-orang cenderung jenuh dan tak sabar ingin kembali beraktivitas layaknya sebelum pandemi datang. Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, istilah kebijakan new normal yang tengah berlangsung ini cenderung salah dipersepsikan. Masyarakat menganggap kalau sudah sah-sah saja menjalankan aktivitas seperti biasa. Contoh yang sedang marak saat ini yaitu tren masyarakat bersepeda dengan dalih berolahraga untuk meningkatkan imun di tengah pandemi. Permasalahan yang timbul yaitu pelanggaran protokol kesehatan, seperti penggunaan masker kain dirasa membuat pesepeda sulit bernapas ketika berkendara sehingga memilih untuk tidak memakainya. Padahal, fenomena tersebut berisiko tinggi dalam penyebaran virus Covid-19 ini. Hal mengejutkan lainnya adalah pembukaan Car Free Day (CFD) di beberapa kota. DKI Jakarta merupakan salah satu kota yang membuka kembali aktivitas CFD. Animo masyarakat terhadap kasus ini sangat tinggi. Hal tersebut tentunya tidak sejalan dengan pengendalian Covid-19. Hermawan Saputra selaku Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia berpendapat bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya lebih bijak dan jangan sampai perjuangan tiga bulan pelaksanaan PSBB kemarin sia-sia dengan pembukaan CFD yang terlalu gegabah.
Tak berhenti di situ saja, objek-objek wisata pun sudah dibuka dan beroperasi kembali di berbagai wilayah Indonesia saat ini. Sejak awal Juli 2020, pantai di Yogyakarta dan Bali mulai kembali dipadati wisatawan domestik. Datangnya wisatawan juga berpengaruh pada kembalinya pedagang-pedagang yang menyandarkan hidupnya pada kegiatan wisata pantai untuk mencari penghasilan. Di Bali, pantai-pantai mulai digunakan kembali oleh umat Hindu untuk beribadah. Menyusul dibukanya pantai, kebun binatang dan taman wisata di bilangan Jakarta juga tak ketinggalan dibuka untuk publik sejak akhir Juni 2020. Pembukaan objek-objek wisata ini tentu mematuhi syarat-syarat pengendalian Covid-19 yang ditetapkan pemerintah dengan menerapkan protokol kesehatan. Penyemprotan disinfektan meliputi seluruh wilayah objek wisata wajib dilakukan sebelum dibuka. Wisatawan yang berkunjung akan terlebih dahulu diukur suhunya dan diwajibkan untuk mencuci tangan. Kapasitas pengunjung juga dibatasi menjadi setengah dari hari normal dan di beberapa tempat diberlakukan clustering untuk menghindari kontak fisik antargrup pengunjung. Walaupun protokol kesehatan telah diterapkan, risiko bisa saja tetap tinggi mengingat tidak ada jaminan pasti para wisatawan akan benar-benar mematuhinya.

Selain itu, wacana pembukaan kembali bioskop turut menimbulkan kekhawatiran baru. Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia mewakili seluruh pengusaha bioskop di Indonesia sepakat untuk membuka kembali operasional bioskop pada 29 Juli 2020. Beberapa hari yang lalu, salah satu jaringan bioskop Indonesia, yaitu Cinema 21, melalui akun Twitternya membagikan infografis mengenai prosedur menonton yang menyesuaikan dengan protokol kesehatan standar Covid-19. Prosedur ini di antaranya meliputi pemakaian masker ketika berada di area bioskop, menjaga jarak antara penonton, dan tidak bertransaksi menggunakan uang cash. Tweet ini mendapat berbagai respons dari warganet dan tak sedikit yang meragukan keefektifan prosedur yang akan diterapkan. Salah satunya seperti cuitan oleh akun Twitter @NonaMaya222 yang mengaku skeptis karena pada situasi normal pun bioskop-bioskop dinilai tidak tegas dalam menerapkan peraturan seperti batasan umur untuk menonton film atau larangan membawa bayi saat midnight show, apalagi untuk mendisiplinkan penerapan prosedur Covid-19 yang lebih rumit. Ditambah lagi, virus corona yang kini dinyatakan dapat menyebar melalui udara akan sangat rentan tersebar saat menonton film di bioskop karena berada dalam ruangan tertutup dengan jangka waktu lama.
Menanggapi kondisi saat ini, Presiden Joko Widodo menganjurkan seluruh masyarakat mengikuti disiplin protokol kesehatan yang ketat meliputi jaga jarak, menghindari kerumunan, dan menggunakan masker. Beliau juga menegaskan akan menyiapkan regulasi berupa sanksi kepada setiap pelanggar. Sanksi ini dapat berbentuk denda, kerja sosial, atau tindak pidana ringan. Namun, mengingat fakta baru bahwa corona dapat menyebar melalui udara, protokol yang sudah diterapkan dinilai belum cukup efektif. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Adityo Susilo selaku dokter penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang mengatakan bahwa protokol menjaga jarak dua meter menjadi rancu. Selama orang-orang berada pada ruangan yang sama, potensi tertular akan terus ada. Maka dari itu, diperlukan perubahan dalam kebijakan pemerintah mengenai penanganan Covid-19 lebih jauh. Mari kita tunggu langkah selanjutnya yang akan diambil pemerintah, apakah bertindak atau pasrah?
(Amalia Anisa dan Kirana Lalita/EQ)
Layout: Muhammad Furqon Al Habsyi
Fotografer: Faza Ayasi
Discussion about this post