Oleh: Akmal Shalahuddin
Ilustrasi: Aileen Irimina
Sudah tidak dapat kita pungkiri bahwa wanita memperoleh pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan pria secara rata-rata. Berdasarkan laporan dari Organisasi Buruh Internasional, secara global dan rata-rata, wanita memperoleh pendapatan 77 sen setiap 1 dolar Amerika Serikat (AS) yang pria peroleh pada tahun 2016 (Women at Work, 2016). Di Indonesia sendiri, wanita yang berumur di bawah 30 tahun memperoleh pendapatan 21,64 persen lebih sedikit dibandingkan pria secara rata-rata pada tahun 2017 (Karnadi, 2019). Untuk negara maju seperti Amerika Serikat, wanita yang bekerja penuh waktu memperoleh gaji 81,6 sen setiap 1 dolar yang pria peroleh secara rata-rata pada tahun 2018 (Sonam Sheth, 2020). Selain itu, dilansir dari laporan World Economic Forum pada tahun 2018, kita membutuhkan waktu sekitar 202 tahun untuk wanita memperoleh gaji yang sama besar dengan pria (The Global Gender Gap Report, 2018). Hal ini tentunya menjadi perhatian kita semua.
Perdebatan mengenai isu kesenjangan upah antargender telah lama dibicarakan, bahkan sudah berlangsung sejak abad ke-19. Perjuangan dalam mendapatkan upah yang setara antargender telah berlangsung sejak lama dan sulit untuk dicapai. Beberapa orang berpendapat bahwa isu ini erat kaitannya dengan diskriminasi gender, yaitu wanita tidak dapat bekerja sebaik pria, wanita memiliki batas tertentu yang tidak dimiliki pria, wanita dibayar dengan upah yang lebih rendah daripada pria, dan lain-lain. Beberapa yang lain berasumsi bahwa pekerja wanita dapat dialokasikan ke lapangan pekerjaan yang lebih cocok dengan sisi wanitanya, tetapi lapangan pekerjaan tersebut menghasilkan upah yang lebih rendah. Menanggapi hal itu, beragam kampanye telah dilaksanakan untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap kesetaraan upah antara pekerja pria dan wanita, Equal Pay Day menjadi salah satunya. Di Amerika Serikat, Equal Pay Day yang sudah dicanangkan sejak tahun 1996 inidirayakan setiap bulan April dengan melambangkan waktu rata-rata bekerja yang diperlukan bagi wanita untuk mengimbangi rata-rata pendapatan pria pada satu tahun sebelumnya (Tarlo, 2017). Dari sini, kita dapat menyimpulkan secara intrinsik bahwa wanita yang secara rata-rata berpenghasilan lebih sedikit perlu bekerja lebih lama untuk gaji yang seimbang.

Namun, akan menjadi pembahasan yang klise apabila kita membahas eksistensi kesenjangan upah gender lebih lanjut di artikel ini. Alih-alih membahas pembicaraan eksistensi yang sudah ada sejak abad ke-19, kita akan membahas lebih lanjut mengenai alasan di balik eksistensi tersebut. Pada tahun 2009, tiga orang ekonom asal Amerika Serikat melakukan studi terhadap kurang lebih 10.000 orang lulusan Master of Business Administration (MBAs) di University of Chicago’s Booth School of Business antara tahun 1990 dan 2006 (Marianne Bertrand, 2010). Ketiga ekonom tersebut ingin mengetahui pengaruh gender terhadap lalu lintas karier dari para lulusan sekolah bisnis tersebut. Mereka melakukan survei dengan menanyakan tentang pekerjaan yang mereka ambil setelah lulus, waktu jam bekerja, dan kisaran pendapatan setiap tahunnya. Hasil pertama menunjukkan bahwa lulusan wanita memiliki perbedaaan upah yang kecil dibandingkan dengan pria pada satu tahun pertama sejak kelulusan dari sekolah bisnis. Wanita memiliki rata-rata pendapatan 115.000 dolar AS, sedangkan pria memperoleh 130.000 dolar AS. Namun, setelah sembilan tahun sejak lulus dari sekolah bisnis, perbedaan rata-rata upah wanita dan pria meningkat signifikan hingga lebih dari dua kali lipat. Wanita memperoleh rata-rata pendapatan 250.000 dolar AS, sedangkan pria memperoleh 400.000 dolar AS atau pria memperoleh 60 persen lebih besar daripada wanita. Hal ini tentu menunjukkan terjadinya kesenjangan upah antargender seiring bertambahnya usia mereka.
Hal yang perlu diperhatikan di sini yaitu, ketika kita melihat kesenjangan upah antargender, ini bukan berarti perusahaan tidak mempekerjakan wanita karena alasan tertentu atau membayar wanita dengan upah yang lebih rendah hanya karena mereka wanita (Goldin, 2014). Salah satu dari tiga ekonom yang menjalankan studi terhadap sekolah bisnis sebelumnya, Claudia Goldin, mencoba meluruskan persepsi masyarakat terkait diskriminsi gender melalui studinya pada tahun 2014. Alih-alih membayar wanita dengan upah yang lebih rendah, perusahaan merugikan wanita dengan cara yang lebih halus, yaitu metode perusahaan yang memberikan insentif terhadap pekerja yang mengambil jam lembur. Dalam hal ini, mereka yang dapat bekerja lebih lama akan mendapat upah yang lebih tinggi. Jenis pekerjaan seperti ini yang merugikan wanita, karena berdasarkan studi yang dilakukan Goldin, wanita cenderung memiliki beban-beban di luar pekerjaannya ketika berumur dewasa dan setelah menikah. Seperti yang dikatakan Goldin dalam pidatonya di Philadelphia pada tahun 2014, “Kesenjangan gender dalam gaji akan sangat berkurang dan bahkan mungkin hilang apabila perusahaan tidak memberikan insentif untuk para pekerja yang bekerja lebih lama dengan jam tertentu.”
Pada saat kita melihat kesenjangan upah antargender yang menyatakan wanita memperoleh sekian persen lebih sedikit daripada pria, angka itu sebatas menunjukkan informasi pada permukaan atau secara umum. Informasi itu tidak menyatakan kesenjangan upah yang dialami oleh wanita dengan tingkat pendidikan, usia, atau mungkin perbedaan pilihan pekerjaan. Namun, pada studinya, Goldin membahas lebih lanjut mengenai hal ini dengan grafik berikut (Gambar 2).

Pada grafik tersebut, kita dapat melihat kesenjangan upah antargender di AS dimulai dari rasio yang kecil, kemudian kesenjangannya membesar ketika wanita berumur 20-30 tahunan. Setelah itu, hal yang mengejutkan adalah kesenjangan itu kembali mengecil kembali ketika mereka berumur 40-50 tahunan. Dari situ, terdapat hal yang perlu disorot bahwa ada perbedaan ketika wanita berumur 20-30 tahunan dengan 40-50 tahunan. Salah satu alasan yang menjelaskan hal ini dapat terjadi adalah wanita memiliki beban rumah tangga ketika di rentang umur 20-30 tahunan, mereka menikah lalu hamil dan melahirkan anak (Goldin, 2014). Alih-alih wanita mengalokasikan waktunya untuk pekerjaan, mereka memerlukan perawatan untuk menjaga kehamilannya dan menjaga anak yang baru lahir di rumah. Dengan begitu, perusahaan-perusahaan yang memberikan insentif untuk jam kerja tambahan akan meningkatkan kesenjangan upah karena pria yang cenderung mengalokasikan waktunya untuk tambahan jam kerja tersebut.
Kesenjangan upah antargender merupakan isu yang sudah ramai dibicarakan masyarakat, perjuangan untuk mempersempit kesenjangan ini sudah mulai dari abad ke-19 hingga sampai saat ini. Beberapa dari masyarakat berpendapat hal ini erat kaitannya dengan diskriminasi gender, sebatas wanita tidak bekerja sebaik pria dan pantas dibayar lebih murah. Namun, Goldin beserta rekannya melakukan studi di AS yang menguji kebenaran korelasi antara diskriminasi gender dengan kesenjangan upah tersebut. Studi mengatakan terdapat faktor lain yang menyebabkan kesenjangan, yaitu sisi metode perusahaan yang memberikan insentif. Selain itu, Goldin juga mengatakan kesenjangan upah akan sangat berkurang dan mungkin menghilang apabila perusahaan tidak memberikan insentif untuk jam kerja tambahan. Hal yang perlu disorot di sini adalah, hal ini bukan kesalahan gender wanita, melainkan sistem yang merugikan salah satu pihak secara halus. Alih-alih bekerja dengan gaji yang setara dengan jam kerja yang sama, perusahaan memberikan insentif untuk jam kerja yang lebih lama.
References
A brief history of women’s struggle for equal pay. (2016). Retrieved from The Business Journals: https://www.bizjournals.com/bizwomen/channels/partners/American-Business-Womens-Association/2016/04/a-brief-history-of-womens-struggle-for-equal-pay.html?page=all
Goldin, C. (2014). A Grand Gender Convergence: Its Last Chapter. American Economic Review .
Karnadi, E. B. (2019). Research: gender pay gap exists in Indonesia, especially for women under 30. Retrieved from The Conversation: https://theconversation.com/research-gender-pay-gap-exists-in-indonesia-especially-for-women-under-30-128904
Marianne Bertrand, C. G. (2010). Dynamics of the Gender Gap for Young. American Economic Journal: Applied Economics 2 .
Raedle, J. (2014). Retrieved from Getty Image.
Sonam Sheth, S. G. (2020). 7 charts that show the glaring gap between men’s and women’s salaries in the US. Retrieved from Business Insider: https://www.businessinsider.com/gender-wage-pay-gap-charts-2017-3?r=US&IR=T
Tarlo, S. (2017). What Is Equal Pay Day? Here’s Everything You Need to Know. Retrieved from NBC News: https://www.nbcnews.com/news/us-news/what-equal-pay-day-here-s-everything-you-need-know-n741391
(2018). The Global Gender Gap Report. World Economic Forum.
(2016). Women at Work. International Labour Organization. Retrieved from Equal pay for work of equal value.
Discussion about this post