Economics Jazz Live Part XXII atau yang terkenal dengan sebutan Economics Jazz (E-Jazz) 2016 berhasil menghibur lebih dari 2.100 pecinta musik jaz yang hadir di gedung Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Sabtu malam (3/12). E-Jazz ke-22 yang dilaksanakan oleh mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM ini menawarkan suasana konser yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak hanya mengundang instrumentalis jaz, pada tahun ini panitia berhasil mengundang seorang vokalis beraliran R&B dan Soul kenamaan kelas dunia, Peabo Bryson.
Meski menyandang status sebagai konser kelas dunia, panitia berhasil mempertahankan harga yang terjangkau. Konser yang memiliki tagline “Konser Kelas Dunia dengan Harga Tiket Kelas Angkringan” ini hanya menetapkan nominal sebesar Rp. 600.000,00 untuk kategori tertingginya yakni kelas diamond dan terendah sebesar Rp. 150.000,00 untuk kategori terendahnya yakni kelas silver.
Konser dibuka oleh Choky Sitohang sebagai master of ceremony (MC) tepat pada pukul 19.30 WIB. Dari atas panggung Choky memperkenalkan line up para musisi yang akan mengisi konser malam itu. Mereka adalah Maliq & D’Essentials, Raisa, Michael Paulo serta Peabo Bryson lengkap dengan 2 penyanyi latar, keyboardist, pianis, dan drummer-nya. Tidak lupa ia mengumumkan sederetan tamu penting yang hadir seperti Bambang Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Cyrillus Harinowo, Komisaris Independen BCA, Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, Dwikorita Karnawati, Rektor UGM, Eko Suwardi, Dekan FEB UGM, serta sang promotor E-Jazz, A. Tony Prasetiantono, Komisaris Independen Bank Permata sekaligus dosen di FEB UGM.
Choky menyerahkan panggung kepada Maliq & D’Essentials untuk membuka rangkaian konser. Grup musik yang kini beranggotakan enam personel ini membawakan 10 buah lagu. Bagian yang paling berkesan dari penampilan mereka malam itu adalah pertunjukan lagu berjudul Untitled. Angga, sang vokalis mengaku bahwa ada kisah unik yang pernah ia alami terkait dengan lagu ini, yakni ketika seorang fans berkata bahwa ia akan mempersembahkan lagu ini untuk calon istrinya, padahal lagu ini adalah lagu galau. “Mungkin mereka punya kisah yang sama di masa lalu,” ucap Angga. Bersamaan dengan dilantunkannya lagu ini, seluruh penonton mengangkat tinggi flash telepon genggam mereka di udara.
Selanjutnya merupakan penampilan dari secret guest star yang baru diumumkan identitasnya pada 30 Oktober lalu, penyanyi cantik Raisa. Dengan mengenakan gaun putih yang indah, Raisa mengawali penampilannya malalui lagu berjudul Serba Salah. Sama seperti Maliq & D’Essentials, ia berkesempatan membawakan 10 lagu. Keeratan hubungan Raisa dengan penggemarnya yang bernama yourRaisa tampak jelas melalui interaksi antara sang musisi yang selalu mengajak serta para penggemarnya ini untuk ikut bernyanyi. Ia menutup penampilannya dengan lagu terbaru berjudul Kali Kedua. “Tanpa lagu-lagu ini aku gak bisa keliling melihat Indonesia, melihat para yourRaisa, terima kasih banyak untuk semua,” tutupnya.
Setelah dua penampilan sebelumnya menampilkan lagu-lagu vokal, kini penonton diajak untuk mendengarkan lantunan instrumental berupa saksofon dari The Number One Asian American Jazz artist, Michael Paulo. Pria kelahiran Hawaii ini mengajak penonton untuk larut dalam melodi saksofon yang mengisahkan tentang tanah kelahirannya pada karya yang berjudul Midnight Passion. Sesaat sebelum menutup penampilan solonya ia pun berkata, “Saya selalu ingin berpergian dengan teman saya ini. Namun dia sibuk sekali, tapi di sinilah dia, Peabo Bryson!”
Penampilan yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Peabo Bryson menunjukkan antusiasme kedatangannya ke Jogja. “Ini adalah kali pertama saya datang ke Jogjakarta, terima kasih banyak atas tatapan hangat kalian yang menyambut saya, perilaku yang baik, dan orang-orang yang ramah membuat saya merasa seperti di rumah sendiri. Saya pasti akan datang lagi ke sini suatu saat!” ujarnya mengawali lagu Reaching for The Sky.
“If ever you’re in my arms again, this time I’ll hold you forever, this time we’ll never end,” sontak menyelimuti para penonton dengan perasaan haru kala mendengar lagu If Ever You’re in My Arms Again. Namun tidak berlarut-larut, atmosfer bersemangat kembali membakar antusias penonton ketika dibawakannya lagu Tonight I Celebrate My Love for You dan Free Free oleh sang musisi.
Usai membawakan 5 lagu lainnya yang berjudul Can You Stop The Rain, King of Sorrow, Thinking Oud Loud (dipopulerkan oleh Ed Sheeran), dan You Can Feel Me, suguhan spektakuler lainnya menanti. Pasalnya, alih-alih dengan Celine Dion dan Regina Belle, pada kesempatan kali ini Peabo berduet dengan Raisa.
Mereka membawakan 2 lagu yang berhasil membawa Peabo ke hadapan piala Grammy pada ajang Grammy Awards tahun 1992 untuk lagu Beauty and The Beast dan pada 1993 untuk lagu A Whole New World. Tidak ada hal yang lebih menakjubkan daripada menyaksikan duet spektakuler Peabo-Raisa yang diiringi saksofon Michael Paulo pada malam itu, tepuk tangan meriah penonton pun seolah-olah mengamini pernyataan ini.
Entah kepanasan atau lagu-lagunya menguras tenaga ekstra, dengan bermandikan peluh Peabo tetap melanjutkan penampilan terakhirnya dengan lagu berjudul A Song for You. “Everybody stand up!” ajaknya kepada seluruh penonton untuk turut menyemarakkan lagu ini. Tak ketinggalan, ia membagikan sebuket penuh karangan bunga mawar kepada penonton dan jabat tangan serta pelukan untuk para fans lalu menutup penampilannya.
Perjuangan Tony bersama panitia E-Jazz 2016 untuk mewujudkan konser yang dianggap konser tersulit sepanjang sejarah E-Jazz sejak 1987 karena konser tahun ini memakan persiapan terlama (biasanya dapat dilaksanakan dua kali dalam setahun) dan harus menyesuaikan dengan jadwal Peabo, ini terbayar dengan semaraknya antusiasme penonton pada malam itu. “More than expected,” ungkap Tony.
Hal mengenai semaraknya E-Jazz 2016 juga diungkapkan oleh Sabrina, mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta. “Yang paling saya suka itu pas duet Raisa-Peabo, sound (system)-nya juga keren, gak pecah, padahal suara mereka gede-gede,” pujinya.
(Mersia Mursalina/EQ)
Photos by Economics Jazz