Duhai pena
aku merindumu hingga tergugu
tiada sepatah bicara mampu membungkus malu
agar nanar hilang, kusembunyi darimu
Duhai pena,
aku meritih karena letih
lalu beberapa rasa menjadi sajak kupilih
agar satu dua lusin manusia mengerti
bahwa bisu tak ‘kan mampu mendamaikan hati
Duhai pena,
“Jemputlah jemariku menuliskan kebenaran. Karenanya tak lahir dari sudut bibir yang gemetar. Ia tumbuh disemai lewat tulisan yang menggerakkan badan.”
Duhai pena,
aku ingin lari berteriak kuasa
tiada daya hidup menuliskan nama
tiada pilihan selain menjadi raksasa
meski hati menciut, aku penguasa di ujung pena
Duhai pena,
aku bercerita
(Santika Wibowo, Pimpinan Umum EQ)
Discussion about this post