Pada Jumat (18/05), Ikatan Mahasiswa Manajemen Universitas Gadjah Mada (IKAMMA UGM) mengadakan Development and Training bertemakan“Powerful Public Speaking” di Djarum Hall, Pertamina Tower lantai 6. Chairman IKAMMA, Ronald Andika, memberikan sambutan untuk membuka training ini. Ronald mengatakan bahwa komunikasi publik berhubungan dengan segala aspek kehidupan. Oleh sebab itu, pemilihan tema training mengenai penggunaan komunikasi publik di kehidupan sehari-hari dianggap sangat tepat. Saeful Bahri selaku Ketua Project Development and Training kali ini berharap agar semua partisipan dapat menyerap ilmu dari para pembicara.
Desinta Laras A., Kepala Departemen Hubungan Diplomasi Eksternal Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis (BEM FEB) UGM 2017, selaku moderator training menghantar jalannya acara ini. Pada sesi pertama, Gilang Desti, S. I. P., M. A., dosen mata kuliah komunikasi publik, Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM menjelaskan bahwa komunikasi publik yang baik adalah tentang membangun “pesan” dan “kesan”. Komunikasi publik merupakan kegiatan untuk berkomunikasi baik melalui tatap muka maupun media yang dilakukan di ranah publik, bukan di ruang privat. Public speaker yang sukses adalah orang yang mampu menyampaikan pesan dan kesan kepada audiens sebagaimana yang ingin disampaikan. Gilang menerangkan bahwa pesan yang disampaikan harus datang dari hati, bersifat jujur, dan tidak ada unsur pura-pura di dalamnya agar dapat meninggalkan kesan. Gilang juga menegaskan bahwa untuk memulainya, public speaker harus mengenali diri sendiri, menerima kelebihan dan kekurangan, serta melakukan persiapan.
Acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Gideon Surya P. S.Kom., PLT. Beliau adalah seorang Kepala Swaragama Training Center yang berfokus pada kemampuan public speaking. Pria yang akrab disapa Gideon ini menjelaskan dalam berkomunikasi sebaiknya kita memaparkan keseluruhan masalah baru kemudian memberikan solusi.
“Konsep bukan konten” menjadi topik yang ditekankan dalam sesi ini. Komunikator yang baik hendaknya mamahami konsep materi. Namun, yang banyak terjadi komunikator cenderung manghafalkan materi yang hendak disampaikan. Gideon memberikan contoh melalui presentasi dengan aplikasi seperti Microsoft Power Point. Pada kenyataannya, komunikator malah terjebak dalam materi rinci yang ia tampilkan dan hanya menjadi robot yang membacakan materi dari aplikasi tersebut. Dalam melakukan presentasi, Gideon lebih memilih untuk menampilkan mind map sebagai alat bantu presentasinya. Komunikator kemudian dapat menyampaikan pola pikir dan memaparkan materi dengan leluasa.
Pada kesempatan ini, Gideon juga memberikan empat hal yang perlu diperhatikan dalam powerful public speaking yang terangkum dalam “EVEG”. Huruf “E” pertama yang dimaksud adalah eye contact atau kontak mata. Peserta diminta untuk secara bergantian mencoba memulai pembicaraan dengan terus menatap lawan bicaranya. Ternyata memang bukan hal yang mudah karena seringkali secara tidak sadar kita memalingkan pandangan kita. “V” yang berasal dari voice atau suara juga seringkali luput dari perhatian kita, terutama artikulasi dalam komunikasi lisan. Peserta kembali diajak untuk mempraktikkan dengan mengucapkan huruf vokal serta mengatur pelan dan kerasnya suara. “E” dan “G” yang terakhir adalah expression dan gesture yakni ekspresi dan gestur tubuh. Kedua hal ini menurut Gideon menjadi aspek yang paling penting dalam berkomunikasi.
(Yulita Pamasa, Gabriela Lintang/EQ)
Discussion about this post