Penulis: Putri Putu dan Rossa Ratri/EQ
Euforia elektabilitas Calon Presiden Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (capresma UGM) kali ini cukup berbeda. Pelaksanaan Pemilihan Mahasiswa (pemilwa) tahun ini tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang berlangsung secara terpusat di Daerah Istimewa Yogyakarta, atau lebih tepatnya di kampus tercinta, UGM. Di tengah kondisi pandemi Covid-19, mahasiswa UGM melaksanakan prosedur pemilihan capresma dari berbagai daerah tempat tinggalnya. Ramainya tagar yang diunggah berdampingan dengan konten pada penggunaan media sosial dan platform daring lainnya menjadi salah satu bukti nyata adanya keseruan kampanye.
Salah satu proses pelaksanaan pemilwa yang biasa dinanti oleh para pendukung capresma dan sebagai praktik nyata demokrasi mahasiswa adalah adanya debat capresma. Adanya keterbatasan akses komunikasi akibat pandemi tidak menghentikan langkah Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) UGM untuk menyajikan proses penting ini. Debat capresma yang biasanya dilaksanakan secara luring dan disaksikan secara langsung oleh para pendukung capresma, kini dialihlokasikan menjadi daring. Suksesnya implementasi Debat Calon Presiden Mahasiswa Jilid 1 secara daring oleh KPUM UGM membawa pelaksanaan debat capresma pada tahap selanjutnya. Proses Debat Calon Presiden Mahasiswa Jilid 2 ini disiarkan secara langsung melalui akun Youtube KPUM UGM pada pukul 13.00 hingga 16.45 WIB. Siaran langsung ini berlokasi di UGM yang dihadiri secara terbatas dan dengan mengikuti ketentuan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Bertajukkan tema “Pergerakan Badan Eksekutif Mahasiswa sebagai Artikulator Masyarakat dalam Menyikapi Isu Strategi Nasional”, debat jilid 2 melibatkan keempat capresma untuk saling memberikan aspirasinya. Capresma nomor urut 1 adalah Muhammad Fadhli Fathoni, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang mencalonkan dirinya melalui jalur independen. Nomor urut 2 diduduki oleh capresma yang berasal dari Fakultas Pertanian dengan Partai Bunderan sebagai pengungsungnya, yaitu Naufal Primaditya Adriansyah. Di urutan ketiga, ada Muhammad Farhan yang diusung oleh Partai Gotong Royong dan Partai Srikandi. Terakhir, kedudukan capresma nomor urut 4 dipegang oleh Reandy Summa Justitio dari Fakultas Hukum yang dibopong oleh Partai Kampus Biru dan Partai Sayang Mama.
Debat capresma jilid 2 diawali dengan sambutan oleh Muhammad Yusuf Ridwan selaku Ketua KPUM UGM 2020. Ia menegaskan bahwa pemilihan ini dilakukan secara daring atau dikenal dengan e-vote berbasis platform SIMASTER yang disandang oleh DSSDI. Ridwan juga menjelaskan bahwa akan ada rangkaian simulasi untuk melakukan uji coba sistem pemilwa. Ia berharap dengan adanya sistem yang terjangkau ini, seluruh mahasiswa dapat mengoptimalkan hak demokrasinya dengan melakukan pemilwa pada 16 hingga 18 November 2020.
Pelaksanaan debat pemilwa jilid 2 ini dikawal oleh Abyan Irsyad selaku moderator dalam 4 segmen debat. Segmen pertama berisi pemaparan visi yang diikuti dengan misi strategis oleh para capresma. Pemaparan ini diawali oleh calon urut pertama, dilanjutkan dengan nomor urut dua hingga nomor urut empat. Selesainya prosesi segmen pertama diakhiri dengan video konferensi pers dari Ketua KPUM UGM, Komisioner Keuangan dan Kesekretariatan, dan Komisioner Verifikasi.
Pada segmen kedua, terjadi interaksi tanya jawab antara capresma dan panelis. Tahap ini mewajibkan para capresma untuk menjawab pertanyaan umum seputar tema yang dipaparkan oleh panelis. Bobot dan jenis pertanyaan yang dipaparkan untuk semua capresma adalah sama. Pertanyaan pertama yang diutarakan oleh panelis adalah “Bagaimana mahasiswa mengelola gerakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah kritis dan mendasar untuk masa depan bangsa, negara, dan dunia dengan tetap mengedepankan hierarki organisasi dan etika?” Selanjutnya, para capresma menjawab secara normatif dan aplikatif atas pertanyaan panelis tersebut selama maksimal 5 menit. Strategi pendekatan yang mengesampingkan eksklusivisme diusung oleh Reandy. Selanjutnya, Fadhli menegaskan akan keprihatinannya terhadap participation rate dari mahasiswa terutama dalam kasus pemilwa ini. Strategi Open-mindedness dan collaboration yang ditekankan Naufal berbeda dengan Farhan yang mengedepankan pendekatan vertikal-horizontal. Setelah semua capresma menjawab pertanyaan, panelis memberi tanggapan dengan menyinggung pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam bentuk nonfisik di sosial media dan peran BEM KM yang inklusif dalam menangani persoalan mahasiswa difabel. Di akhir sesi, ditampilkan pula konferensi pers diskusi dengan Komisioner Acara, Komisioner Kampanye, dan Komisioner Relasi Publik sebagai selingan menuju segmen selanjutnya.
Berbeda dengan segmen sebelumnya, pada segmen ini para capresma diberikan kasus yang beragam, acak, dan berbeda satu dengan yang lainnya. Kemudian, para calon yang mendapat giliran diminta untuk memberi tanggapan dan solusi nyata terhadap isu nasional yang telah diberikan. Segmen ketiga ini memberikan kesempatan kepada calon lainnya untuk melakukan interupsi sebanyak dua kali terhadap calon yang sedang memberi penjelasan. Segmen ini dibagi menjadi tiga sesi. Sesi pertama adalah calon memberikan paparan mengenai tanggapan dan solusi yang ditawarkan. Kemudian, sesi kedua dibuka dengan tanggapan oleh calon presma dengan nomor selanjutnya terhadap pemaparan yang dijelaskan. Sesi terakhir ini mirip dengan sesi sebelumnya, tetapi si pemberi tanggapan adalah panelis. Setiap tanggapan dari setiap sesi, baik dari panelis maupun capresma lainnya, akan dilanjutkan dengan elaborasi lebih lanjut oleh capresma yang mendapat giliran.
Isu nasional yang dibahas di antaranya seputar urgensi demo di tengah pandemi, dampak ekonomi akibat pandemi, sosialisasi kebijakan pemerintah,serta keberadaan berita hoaks yang meresahkan. Muhammad Fadhli Fathoni mendapat bagian untuk memberi tanggapan mengenai demo di kala pandemi. Menurutnya, demo yang merupakan sarana menyalurkan aspirasi tidak akan terjadi jika pemerintah mendengarkan permintaan rakyat. “Pemerintah seharusnya menyelesaikan permasalahan pandemi secara maksimal dulu, baru kemudian membahas UU yang kontroversial,” tutur Fadhli. Urgensi demo memang benar adanya karena pemerintah justru bersikap abai melalui tindakan nonfisik yang telah dilakukan sebelumnya, seperti pembuatan kajian dan hearing oleh akademisi. Selain itu, Fadhli juga menambahkan tanggapan dari Rachman Budiarto selaku panelis tentang cara mengukur keefektifan demo. Menurut Fadhli, demo merupakan pilihan terakhir sehingga sudah bukan kodratnya untuk mengukur keefektifannya.
Naufal Primaditya Adriansyah diberikan isu mengenai peran yang dapat diberikan BEM KM dalam meminimalkan dampak ekonomi yang tertekan akibat Covid-19, khususnya UMKM di sekitar kampus. Solusi yang ditawarkan Naufal adalah melalui program kerja baru, yaitu UMKM Berdaya di bawah Kementerian Ekonomi Kreatif. Naufal juga membenarkan bahwa perubahan ekonomi yang terjadi menyebabkan masyarakat sulit beradaptasi sehingga membutuhkan peran eksternal seperti mahasiswa. Sebagai pribadi yang inovatif, peran mahasiswa adalah dengan melakukan digitalisasi UMKM, yaitu mengubah beberapa pola konvensional yang ada menjadi modern sesuai dengan tuntutan zaman. Pemangkasan alur distribusi yang panjang juga dilakukan agar produk lebih cepat sampai ke pasar yang dituju. Menanggapi konsumsi yang juga ikut menurun selama pandemi, Naufal meyakini bahwa melalui riset pasar yang dilakukan UMKM Berdaya maka sektor UMKM yang potensial dapat terseleksi sehingga bantuan menjadi tepat sasaran.
Selanjutnya, isu yang didapatkan Farhan adalah mengenai mahasiswa yang merupakan penyambung lidah antara pemerintah dan masyarakat. Farhan diminta memberi langkah yang dapat BEM KM tawarkan dalam mengedukasi kebijakan pemerintah ke masyarakat dan sebagai artikulator masyarakat terhadap pemerintah. Terjun langsung ke dalam masyarakat merupakan solusi utama yang diusung oleh Muhammad Farhan. Dalam rangka sosialisasi kebijakan nasional dan mengetahui masalah di masyarakat, teknis pelaksanaannya dengan memberlakukan target bagi kementerian di BEM KM untuk mendatangi RT (Rumah Tangga) dan angkringan untuk saling berdialog. Isu yang terkumpul nanti akan dikaji secara khusus di kementerian baru bernama Kementerian Jejaring. Penyeleksian dan pemaparan materi terhadap anggota BEM KM akan dilakukan terlebih dahulu sebelum turun ke masyarakat supaya kapabilitas dan napas intelek para mahasiswa dapat terjaga. “Jangan sampai kita menyuarakan ‘Hidup Mahasiswa, Hidup Rakyat Indonesia’, tetapi kita tidak tahu apa yang diinginkan masyarakat,” tutur Farhan.
Pertanyaan keempat membahas permasalahan polemik hoaks yang pelik, tidak berujung, dan memiliki eksistensi yang besar. Reandy diminta memberikan tanggapan dan tindakan yang menurutnya solutif. Berita hoaks timbul karena kurangnya pemahaman literasi digital sehingga masyarakat kesulitan memilih berita yang kredibel dan tidak. Solusi yang ditawarkan Reandy adalah melalui pencerdasan digital masyarakat serta membuat kajian yang sesuai dengan kaidah keilmuan terhadap konten isu sehingga BEM KM tidak menjadi produsen berita hoax dan secara berani dapat mempertanggungjawabkan hal tersebut. Dalam rangka memenangkan kepercayaan masyarakat untuk yakin terhadap BEM KM, maka ditempuh dengan beberapa cara yaitu mengelaborasikan narasi yang kredibel, konsistens menunjukkan keberpihakkan yang adil, serta berkomitmen tinggi mendistribusikan informasi yang benar. Dengan demikian dapat disayangkan bahwa hingga akhir dari sesi ini kesempatan hak interupsi sama sekali tidak dilakukan.Segmen ini diakhiri dengan commercial break dari Komisioner Legal, Komisioner IT, dan Komisioner MDP dan Kreatif.Sampailah di penghujung acara debat jilid dua ini yaitu pada segmen keempat. Segmen terakhir ini terdiri atas rekapan pertanyaan oleh audience dan dilanjut dengan closing statement dari masing-masing calon. Berjalannya rangkaian Pemilwa KPUM yang ditempuh selama satu setengah hingga dua bulan ini sangat vital. Proses yang singkat ini akan menentukan arah pergerakan serta nilai budaya yang akan diemban oleh BEM KM selama satu tahun kedepan. Debat capresma jilid dua merupakan prosesi terakhir sebelum dilangsungkannya pemilihan mahasiswa, besar harapan untuk para mahasiswa menggunakan hak suara dan menentukan pilihan terbaiknya sesuai hati nurani. BEM KM secara legal tidak dapat dikatakan sebagai wakil mahasiswa UGM karena tidak merepresentasikan setengah dari jumlah mahasiswa UGM. Meskipun begitu, dengan menggunakan hak pilih, maka kita ikut berkontribusi dalam menentukan presiden mahasiswa seperti apakah yang paling tepat dalam merepresentasikan kriteria sebagai penyambung lidah antara masyarakat dan pemerintah. Akhir kata, siapapun yang terpilih nantinya merupakan pilihan yang terbaik dalam menjawab kebutuhan masyarakat saat ini. Walaupun begitu, arah perkembangan BEM KM tentu tidak berhenti di sini saja melainkan tetap dibutuhkan bantuan dari mahasiswa lainnya untuk BEM KM yang lebih baik lagi.
Discussion about this post