Terdapat isu krusial mengenai tax amnesty pada awal bulan Mei 2016. Kebijakan pengampunan pajak atau dikenal dengan nama tax amnesty diprediksi akan menumbuhkan sikap ketidakpatuhan wajib pajak semakin tinggi. Hal tersebut dipicu karena adanya ketidakadilan yang dialami oleh wajib pajak yang selama ini membayar pajak tepat waktu. Masalah ini menjadi momok yang buruk bagi Indonesia. Selain itu, masalah yang lain adalah tax ratio (perbandingan pajak dan PDB) Indonesia yang tergolong rendah, yakni 11 persen. Rasio ini masih di bawah Malaysia yang saat ini 16 persen dan Singapura 18 persen.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Arief Poyuono, Jumat (13/5) mengatakan bahwa para penerima tax amnesty akan dibebaskan dari segala denda, bunga bahkan ancaman hukuman pidana. Selain itu, mereka hanya akan membayar 1,5 persen dari pokok hutang pajak. Hal ini akan menciptakan rasa ketidakadilan bagi hampir 10 juta wajib pajak. Wajar saja jika para wajib pajak yang selama ini patuh membayar pajak akan menolak adanya tax amnesty yang akan diberlakukan oleh Jokowi.
Namun, pemerintah tetap mengusahakan agar UU tax amnesty disahkan karena dianggap penting dalam membantu pembangunan nasional. Selain itu, UU ini bertujuan agar menaikkan pendapatan nasional untuk perekonomian Indonesia. Penerimaan uang repatriasi yaitu kembalinya modal yang di simpan di kantor bank luar negeri ke bank negara asal akan menggerakkan sektor ekonomi masyarakat dan akan berdampak jangka panjang. Di sisi lain, UU tax amnesty bisa mengembalikan uang Indonesia yang berada di luar negeri dan bila UU tersebut tidak dijalankan dapat menghambat pembangunan. Efeknya, Indonesia akan membuat hutang baru karena APBN sangat bergantung pada pajak.
Di tengah polemik UU tax amnesty, penerimaan negara juga menjadi sorotan tajam dalam pemerintahan JokoWidodo. Hingga pekan pertama bulan Mei 2016 realisasi penerimaan baru mencapai Rp 419,2 triliun. Angka ini sekitar 23 persen dari target penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 dari total sebesar Rp 1.822,5 triliun. Di sisi lain, belanja negara pada periode sama mencapai Rp 586,8 triliun atau sekitar 28 persen dari target belanja APBN 2016 yang sebesar Rp 2.095,7 triliun. Sehingga, terjadi defisit APBN sebesar 167 triliun rupiah atau 1,3 persen dari Produk Domestik Bruto. Rendahnya penerimaan disebabkan belum maksimalnya realisasi penerimaan pajak hingga akhir April 2016.Hingga akhir April, realisasi penerimaan pajak sekitar 272 triliun rupiah dari target APBN 2016 sebesar Rp 1.360,1 triliun. Dalam permasalah ini, pemerintah harus menjaga defisit APBN di bawah tiga persen.
Bulan Mei juga menjadi saksi kembalinya hubungan bilateral Indonesia dengan raksasa bisnis Rusia. Joko Widodo melakukan perjalanan dinas ke Rusia pada hari Rabu, 18 Mei 2016 untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Rusia (ASEAN-Russia Summit). Pertemuan bilteral juga membahas mengenai perjanjian pertahanan negara. Di hari yang sama, Presiden Indonesia dan Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dokumen mengenai pertahanan negara, selain dokumen tersebut kedua pihak juga menandatangai nota kesepahaman, salah satu nota serupa lainnya juga ditandatangani oleh Badan Arsip Federal Rusia dan Arsip Nasional Republik Indonesia. Setelah agenda penandatanganan kontrak kerjasama dengan Pemerintah Rusia, Presiden Indonesia Joko Widodo juga mempunyai agenda yaitu pertemuan dengan perusahaan Rusia tentang rencana investasi.
Terdapat rencana investasi beberapa perusahaan Rusia ke berbagai bidang, seperti dilansir dari situs resmi Sekretaris Kabinet Republik Indonesia. Pertemuan Presiden Indonesia, Joko Widodo Dengan berbai CEO Perusahaan di Rusiadi Radisson Blue Hotel pada Kamis (19/5). Selain itu, Pertemuan dengan CEO Russian Railways (RZhD), Oleg Belozerofdiharapkan membuka jalan bagi Indonesia untuk mengembangkan sistem transportasi kereta yang ditujukan untuk pengangkutan batu bara di Kalimantan. Akan tetapi, Menteri BUMN Rini Soemarno menegaskan masih diperlukan kajian terkain masalah tersebut. Rini juga mengatakan bahwa bentuk kerjasama ini juga berpotensi untuk memunculkan jasa layanan tranportasi umum selain pengangkutan batu bara, sehingga ada potensi bekerjasama dengan PT. KAI.
CEO Blackspace Group, perusahaan Rusia yang telah melakukan investasi di Sulawesi dan Kalimantan pada penambangan batu bara serta nikel juga bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Pada pertemuan tersebut. Jokowi menekankan agar pengolahan hasil tambang harus memperhatikan lingkungan serta memberikan manfaat bagi masyarakat. Selain CEO Blackspace Group, Presiden Jokowi juga bertemu dengan CEO Rusal yang merupakan perusahaan dengan fokus produksi alumunium. Pertemuan tersebut diharapkan memberi kesempatan Rusal untuk bekerja sama dengan BUMN Indonesia. Rusal berharap dapat bekerja sama dengan ANTAM dan INALUM untuk memproses produk alumunium.Selain ketiga perusahaan tersebut, Vi Holding Group juga memberikan penawaran pada pertemuan tesebut. Vi Holding Group menawarkan teknologi baru dalam pemrosesan nikel yang dapat menurunkan harga produksinya setengah dari yang ada sekarang. Namun, perusahaan tersebut masih terus diawasi oleh pihak Indonesia untuk ditindaklanjuti.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
(Divisi Penelitian BPPM Equilibrium)
Discussion about this post