Oleh Indira F. Permadi
CV alias Curriculum Vitae adalah sebuah dokumen yang berisi daftar riwayat hidup seseorang. Daftar yang termasuk dalam CV umumnya adalah riwayat pendidikan, pengalaman profesional, prestasi, dan juga keterampilan lain yang kita miliki. Dokumen ini merupakan salah satu dokumen terpenting yang harus disiapkan sebelum melamar kerja, melamar beasiswa, bahkan untuk mendaftar kepanitiaan atau organisasi.
Sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis, CV adalah makanan sehari-hari. Dikenal sebagai fakultas yang memiliki segudang event membuat kita seringkali memperbaiki CV agar diterima di kepanitiaan dan organisasi yang dikehendaki. Setiap naik jabatan atau setelah bekerja di kepanitiaan, CV akan langsung diperbarui dengan harapan lolos pada seleksi kepanitiaan selanjutnya. Seringkali kita membuat CV seperti media sosial: sebagai tempat untuk menonjolkan keunggulan dan menutupi kegagalan yang pernah dialami. Namun, apakah kemampuan kita sudah berkembang seiring dengan kenaikan jabatan atau pengalaman yang banyak?
Umumnya, ada beberapa dosen yang meminta mahasiswa untuk membuat Curriculum Vitae sebagai tugas kuliah. Tak terkecuali Tina Seelig, salah satu profesor di Stanford University. Namun, ia melakukan sedikit modifikasi pada tugasnya. Masing-masing mahasiswa diminta untuk menyusun CV yang berisi semua kegagalan mereka, mulai dari aspek pribadi, profesional, hingga akademik. Untuk setiap kegagalan, mereka harus menggambarkan pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman tersebut. Semua mahasiswa Seelig terkejut dengan tugas tersebut karena selama ini mereka hanya terlatih untuk menunjukkan keberhasilan.
Ketika CV “kegagalan” tersebut dijadikan tugas kuliah di Stanford University, salah satu profesor di Princeton University, Johannes Haushofer, justru menyebarkan CV of Failures-nya di media sosial Twitter dan mendapat banyak respon positif. Dalam dokumen tersebut, ia menulis program pendidikan yang gagal ia dapatkan, penghargaan yang tidak berhasil ia raih, dan sebagainya. Sebagai penutup, Haushofer menuliskan bahwa kegagalan terbesarnya adalah memberi perhatian lebih banyak untuk membuat CV tersebut daripada pekerjaan akademiknya. Ia mengatakan bahwa terkadang pencapaian yang ia raih memberi kesan bahwa semua yang ia lakukan berhasil. Akhirnya, orang-orang cenderung menghubungkan kegagalan dengan kemampuan mereka. Padahal dunia ini bersifat stokastik: semua memiliki unsur peluang dan ketidakpastian. CV of Failures milik Haushofer tidak lengkap karena hanya berisi pengalaman yang diingat olehnya. Ketika kita menuliskan kegagalan lebih banyak, berarti kita memiliki memori yang bagus, atau karena kita lebih baik dalam mengambil kesempatan untuk mencoba hal-hal baru.
CV yang tidak biasa ini membuktikan bahwa kegagalan adalah bagian penting dari proses belajar. Terlebih lagi apabila kita baru memulai sesuatu atau mengambil risiko yang besar. Di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, kegagalan dipandang sebagai sekadar jalan menuju kesuksesan. Bahkan saat wawancara, calon karyawan biasanya diminta untuk menceritakan pengalaman kegagalan mereka dan bagaimana mengatasinya. Namun dalam beberapa budaya, kegagalan dianggap sebagai hal yang negatif dan merugikan. Di Jepang, kegagalan dalam suatu usaha dianggap dapat berakibat fatal bagi reputasi profesional seseorang. Mereka yang gagal mungkin akan kesulitan untuk menemukan pekerjaan lain dan biasanya meminta maaf secara pribadi karena telah mengecewakan orang lain. Berbagi cerita tentang kegagalan bisnis dengan kolega pun dianggap sebagai hal yang tidak bijaksana.
Pada dasarnya, semua pembelajaran di dunia ini berasal dari kegagalan. Ketika seorang balita belajar berjalan, ia tidak langsung bisa berjalan setelah diberi arahan oleh orang tuanya. Namun setelah jatuh, para balita pasti akan bangkit lagi dan akhirnya berhasil berjalan dengan lancar layaknya orang dewasa. Kita tidak dapat mengharapkan seorang anak untuk melakukan segala sesuatu dengan sempurna saat kali pertama. Kita juga tidak dapat berharap orang dewasa mampu menyelesaikan semua tugas yang rumit di awal percobaan. Rasio kesuksesan dan kegagalan terkadang hampir sama sehingga jika kita ingin mencapai kesuksesan, kita harus siap dengan kegagalan yang ada.
CV of Professional Failures memberikan perspektif lain tentang risiko dan kegagalan yang seringkali dihindari oleh orang-orang. Dengan mengikuti riwayat kegagalan dan merefleksikannya secara konstruktif, kita dapat belajar dari kesalahan dan mencapai banyak kesuksesan di masa depan. Mungkin CV of Professional Failures ini bisa 10 kali lebih panjang daripada CV biasa dan akan terasa sangat menyedihkan saat pertama kali membacanya. Namun, lembaran tersebut menunjukkan kebenaran tentang diri sendiri sehingga kita dapat mengevaluasi kesalahan yang pernah dilalui, lalu bangkit kembali untuk mengambil risiko yang baru.
–
CV of Failures milik Johannes Haushofer, Professor of Psychology and Public Affairs, Princeston University, dapat diakses di: http://princeton.edu/haushofer
Referensi:
Seelig, Tina Lynn. What I wish I knew when I was 20. 2014.
Staff, Guardian. “CV of Failures: Princeton Professor Publishes Résumé of His Career Lows.” The Guardian, 30 April 2016, bag. Education. https://www.theguardian.com/education/2016/apr/30/cv-of-failures-princeton-professor-publishes-resume-of-his-career-lows.
“The Surprising Benefits of Creating a ‘Failure Resume,’” 5 Februari 2019. https://www.mentalfloss.com/article/573154/failure-resume-benefits.
Country Navigator. “How Different Cultures Cope with Failure,” 5 Agustus 2019. https://countrynavigator.com/blog/cultural-intelligence/failure-across-cultures/.
Discussion about this post