Senin (11/4) lalu, mahasiswa yang tergabung dalam gerakan Save Bonbin Movement melancarkan aksi untuk memprotes rencana relokasi Kantin Humaniora Mandiri atau biasa disebut Bonbin. Aksi ini merupakan respons mahasiswa terhadap surat peringatan yang dikeluarkan oleh pihak rektorat pada 6 April 2016 lalu. Dalam aksi ini, hadir pula perwakilan dari beberapa Lembaga Eksekutif Mahasiswa dari berbagai fakultas di kluster Sosio Humaniora. Massa dengan pakaian dominan hitam, yang terdiri dari mahasiswa dan pedagang Bonbin, sudah terlihat berkumpul di depan Kantin Humaniora Mandiri sejak sekitar pukul 12.30 WIB. Aksi ini bertujuan untuk memaparkan secara langsung pendapat dan kajian mahasiswa kepada Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D berkaitan dengan isu relokasi Bonbin. Pemaparan tersebut akhirnya dilakukan di Kantin Humaniora Mandiri dan dihadiri langsung oleh Rektor Dwikorita dan Direktur Aset UGM Prof. Ir. Henricus Priyosulistyo, M.Sc., Ph.D.. Rangkaian aksi tersebut berakhir pada sekitar pukul 16.15 WIB.
Sejak awal, aksi ini sudah mendapat perhatian khusus dari Satuan Keamanan dan Keselamatan Kampus (SKKK) UGM, yang ditandai dengan kehadiran petugas keamanan di sekitar titik berkumpulnya massa. Pada pukul 13.00 WIB, Kevin Maulana, Ketua LEM FIB UGM, mengawali aksi dengan pengarahan kepada para peserta aksi. Dalam pengarahan tersebut, Kevin menyatakan bahwa dalam aksi kali ini Save Bonbin Movement mengharapkan adanya audiensi terbuka dengan mahasiswa dan pedagang. Segera setelah pengarahan selesai, massa diarahkan untuk bergerak melewati Pertamina Tower dan Selasar Barat Fisipol dan dilanjutkan menuju Sayap Utara Gedung Rektorat. Terlihat sebagian massa peserta aksi baru bergabung ketika rombongan utama melintas di Selasar Barat Fisipol.
Sekitar pukul 13.20 WIB, massa peserta aksi tiba di Sayap Utara Gedung Rektorat. Mahasiswa mendesak rektor agar dapat bertemu dengan mahasiswa dan pedagang untuk membahas rencana relokasi Bonbin. SKKK merespons desakan ini dengan membentuk barisan menutupi akses tangga utama untuk menghalangi massa naik ke lantai 3 Gedung Rektorat tempat ruang rektor berada. Mahasiswa yang dihadang oleh SKKK tetap bertahan di depan tangga utama Sayap Utara Gedung Rektorat. Usaha untuk bertemu dengan rektor dilanjutkan dengan berunding bersama pihak SKKK dan rektorat. Tidak menemui titik temu, mahasiswa mengultimatum pihak rektorat untuk menghadirkan rektor paling lambat 13.30 WIB. Jika tuntutan tidak terpenuhi, mahasiswa berencana untuk tetap bergerak ke lantai 3 Gedung Rektorat.
Presiden Mahasiswa, Mokhamad Ali Zaenal Abidin, yang tiba di lokasi sekitar pukul 13.26 WIB juga tergabung bersama massa pendukung Bonbin. Situasi semakin tegang ketika mahasiswa terus mendesak sambil menyanyikan yel-yel serta beberapa lagu seperti Himne Universitas Gadjah Mada dan Darah Juang. Pada sekitar pukul 13.46 WIB, pihak rektorat menjawab tuntutan mahasiswa dengan menghadirkan Direktur Kemahasiswaan, Dr. Drs. Senawi, M.P.. Ia datang untuk melakukan dialog dengan para pedagang Bonbin yang hadir serta menjawab pertanyaan media. Mahasiswa yang tetap menuntut untuk dapat bertemu dengan rektor memaksa untuk naik melalui tangga barat daya Gedung Rektorat. Massa yang berhasil naik ke lantai 3 harus menelan kekecewaan karena rektor sedang tidak berada di kantor.
Sekitar pukul 14.27 WIB, massa bergerak kembali setelah mendapat informasi bahwa Rektor sedang menyambangi Kantin Humaniora Mandiri. Ketika ditemui, Rektor tengah berdialog secara langsung dengan pedagang yang masih berada di Bonbin saat itu serta mencicipi dagangannya. Dari Bonbin, Rektor bersama dengan perwakilan pihak rektorat dan beberapa petugas SKKK bergerak menuju Pusat Jajanan Lembah (Pujale) untuk memantau kondisinya, lalu kembali ke Kantin Humaniora Mandiri untuk mendengarkan pemaparan kajian mahasiswa yang dilakukan dari berbagai perspektif ilmu. Dalam pertemuan tersebut hadir pula Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M.A..
Rektor, dalam sambutannya, menyatakan bahwa dirinya bukanlah penguasa, melainkan pelayan bagi warga Universitas Gadjah Mada. Ia juga menyatakan bahwa relokasi Bonbin merupakan bagian dari usaha rektorat untuk mempersiapkan fasilitas yang layak dalam menghadapi persaingan global. “Kami bertanggung jawab tetap untuk menjaga ibu dan bapak. Dengan spirit yang sama, kita prinsipnya akan memberikan tempat yang bukan semak belukar,” kata Dwikorita.
Pertemuan dilanjutkan dengan pemaparan kajian mahasiswa. Kajian dari Presiden Mahasiswa Mokhamad Ali Zaenal Abidin, menjabarkan tentang tingkat keamanan pangan dengan metode skor keamanan pangan. Ali menekankan perlunya pelatihan bagi para pedagang untuk meningkatkan kebersihan sajian yang disediakan. Di akhir pemaparannya, Ali menyatakan bahwa dirinya beserta dengan Badan Ekseskutif Mahasiswa – Keluarga Mahasiswa (BEM KM) UGM siap membantu mengadakan pelatihan tersebut bagi pedagang Bonbin bila Kantin Humaniora Mandiri tidak direlokasi. Kajian lainnya dipaparkan oleh perwakilan BEM Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM yang mengkaji perbandingan keuntungan antara pedagang Bonbin dan Pujale serta opportunity cost yang diderita pedagang Bonbin bila dipindahkan ke Pujale.
Selain itu, kajian dari BEM Keluarga Mahasiswa Fakultas Teknik (KMFT) yang dibawakan oleh Rizkiani Sidqiyatul menekankan pentingnya ruang publik yang dapat memenuhi kebutuhan pengguna ruangnya. Bonbin, dalam hal ini, dianggap telah berhasil memenuhi kebutuhan para mahasiswa kluster Sosio Humaniora. Plaza Bank Indonesia yang rencananya akan dibangun di sebelah utara lokasi Bonbin saat ini dikhawatirkan tidak akan dapat menggantikan peran Bonbin sebagai ruang publik di masa depan. Rizkiani juga menekankan bahwa gaya perencanaan teknokratis yang bersifat memaksa telah tergantikan dengan gaya perencanaan partisipatif yang melibatkan para pengguna ruangnya. Kajian lainnya juga dilakukan oleh Lembaga Mahasiswa (LM) Psikologi UGM yang menyoroti perilaku pihak rektorat yang melakukan negosiasi mengisolasi, yakni pihak rektorat melakukan negosiasi terpisah antara mahasiswa dan pedagang.
Dalam penutup acara, rektor juga mengisyaratkan ada pertemuan lanjutan berkaitan dengan isu ini. “Saya belajar dari Pak Rektor Prof. Koesnadi bahwa beliau begitu humanisnya membela PKL (pedagang kaki lima) dengan mencarikan tempat yang dipandang lebih layak di zaman itu. Nah, kita sekarang harus mencarikan tempat yang layak di zaman ini,” pungkasnya. Rektor juga menekankan perlunya peningkatan kualitas dan penyediaan tempat yang lebih layak dalam rangka memuliakan para pedagang. Di akhir sambutan, rektor menyatakan bahwa keputusan relokasi atau renovasi masih belum dipastikan dan kemungkinannya masih terbuka.
Sementara itu, Kevin Maulana mengutarakan bahwa dirinya memandang masih ada hal yang ditutup-tutupi oleh pihak rektorat. Ia juga menyatakan keinginannya untuk mengadakan audiensi lanjutan yang diselenggarakan oleh pihak mahasiswa. “Saya senang karena setidaknya teman-teman bisa merasakan atmosfer yang sama. Jadi teman-teman benar-benar tahu sikap rektorat seperti itu. Akan tetapi, saya kecewa karena arahnya selalu seperti ini, digantungkan,” ujar Kevin.
“Yang pertama kami tuntut adalah SP (surat peringatan) harus disingkirkan terlebih dahulu sehingga tanggal 22 (April ini) bukan tenggat waktu maksimal mereka legal di sini. Kami akan menuntut audiensi lagi, tetapi kami tidak mau lagi audiensi yang tertutup,” tambahnya.
(Adrian Putera, Aulia Lathif, Immanuel Satya, Ryan Priangga/EQ)
Discussion about this post