Riuh ramai suara para pejalan kaki dan kendaraan bermotor berlalu lalang di Kampung Jogokariyan. Jalanan basah terkena rintik hujan serta udara yang sejuk tidak menghentikan kegiatan jual beli menjelang maghrib di daerah itu. “Ayo mbak, dicoba es pisang ijonya,” sesekali terdengar suara pedagang menawarkan jualan mereka. Umbul-umbul, dan gapura bertuliskan ‘Kampung Ramadhan Jogokariyan (KRJ)’ seolah-olah menyambut pengunjung yang berburu takjil. KRJ memiliki pemandangan layaknya pasar takjil lainnya seperti pasar takjil Kauman atau yang diselenggarakan di sepanjang Jalan Olahraga, daerah lembah Universitas Gadjah Mada.
Pertengahan Mei lalu, pendaftaran dibuka untuk pedagang yang mau menjajakan dagangannya di pasar sore. Panitia kemudian memetak tanah dan memberi nomor urut pedagang di setiap petakan tersebut. Para pedagang pun tidak dipungut biaya sepeserpun oleh panitia KRJ yang beranggotakan remaja Masjid Jogokariyan. “Gratis, tapi setiap sore ada infak keliling. Saya juga membantu menyejahterakan warga di sini. Kalau ada warga yang ingin berjualan tapi ga punya modal, kita pertemukan dengan yayasan Baitul Maal. Itu yayasan milik masjid yang mengelola dana zakat dan infak. Yayasan membantu perkara permodalan pedagang,” terang Edo yang merupakan koordinator pasar sore KRJ.
Walaupun sudah dipersiapkan secara matang, bukan berarti panitia tidak menemukan kendala. “Ada pedagang yang belum daftar, tapi asal ambil tempat orang. Jadi ada rebutan antarpedagang,” jelas lelaki yang merupakan remaja masjid ini. Namun, pedagang yang telah mendaftar bisa membuktikan kartu pendaftarannya ke panitia, sehingga kendala dapat terselesaikan.
“Awalnya, remaja-ramaja daerah Jogokariyan punya unek-unek. Bulan puasa kan bulan yang istimewa, tapi kok ga ada gregetnya,” ucap Edo. Atas dasar semangat para remaja Jogokariyan yang ingin membuat suasana bulan Ramadan menjadi lebih istimewa, terbentuklah Kampung Ramadhan Jogokariyan. Acara tersebut sudah berjalan kurang lebih 8 tahun. Ada sekitar 250 pedagang yang berkonstribusi di acara tersebut.
Pengunjung Kampung Ramadhan Jogokariyan tidak hanya berasal dari daerah sekitar Jogokariyan. Salah satunya adalah Jonet, pengunjung yang berasal dari daerah Umbulharjo. “Saya suka ke sini karena ramai, jajanannya macam-macam, harganya terjangkau, dengan konsep pasar yang menarik,” ujarnya. Tidak hanya pengunjung yang berasal dari berbagai daerah, tetapi juga para penjualnya. Dodi, seorang penjual klamud nongko bercerita bahwa ia berasal dari daerah Wonosari. Selama bulan puasa, ia menginap di sekitar daerah Jogokariyan khusus untuk berjualan di KRJ.
Kampung Ramadhan Jogokariyan bukanlah satu-satunya rangkaian acara bulan Ramadan di Jogokariyan. Ada acara buka puasa yang diadakan Masjid Jogokariyan yang dibuka untuk umum. Dana buka puasa diperoleh dari sumbangan yang sudah dibuka sebelum bulan Ramadan. Total dana yang diperoleh mencapai sekitar 200 juta rupiah. Di awal Ramadan, panitia memanggil imam langsung dari Palestina. Hari Minggu yang lalu (12 Juni 2016) diadakan pula talkshow yang menghadirkan beberapa pembicara inspiratif seperti pemilik Kedai Digital, Tirta Hudi dari Shoes and Care, dan Cintya Indah Meidina, seorang bomber graffiti -seniman yang menggunakan dinding sebagai media lukisnya- yang juga seorang muslimah.
(Anindya Kupita, Brian Ilham, & Muhammad Anugrah/EQ)
Discussion about this post