Oleh Annisa A. Salsabiila/EQ
UGM ASEAN Society telah sukses menyelenggarakan Webinar perdananya pada Senin (29/6) melalui platform online meeting Zoom. UGM ASEAN Society merupakan organisasi yang berbasis di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan bertujuan untuk menjadi wadah bagi mahasiswa UGM yang tertarik mempelajari Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). UGM ASEAN Society juga turut aktif dalam mengedukasi masyarakat mengenai eksistensi ASEAN dalam berbagai bentuk saluran, salah satunya ialah webinar kali ini yang mengangkat tema “Youth and ASEAN Identity”. Acara Webinar #1 ini menghadirkan Angelo Wijaya sebagai moderator dan dua narasumber, yaitu Riaz Januar Putra Saehu dan Aisha Rasyidilla Kusumasomantri. Melalui Webinar perdana ini, peserta diharapkan dapat memahami kebermanfaatan ASEAN serta meningkatkan awareness dan pride atas identitas ASEAN.
Kegiatan seminar ini diawali dengan sambutan dari I Made Andi Arsana selaku Kepala Urusan Internasional UGM. Menurutnya, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mendalami serta meresapi fakta bahwa kita merupakan bagian ASEAN sehingga selanjutnya akan terbentuk solidaritas antarwarga ASEAN. “Teruslah untuk membuka diri dengan cara berinteraksi dengan teman-teman yang ada di ASEAN, serta jangan lupa juga untuk jalan-jalan,” tambah Andi Arsana untuk menutup sambutan.
Kemudian, moderator memandu rangkaian acara berikutnya, yaitu presentasi materi pertama oleh Riaz Januar Putra Saehu (Direktur Kerja Sama Sosial-Budaya ASEAN, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia). Pemaparan materi diawali dengan kutipan pernyataan Menteri Luar Negeri tentang komitmen dalam menjaga relevansi ASEAN. Relevansi ini tercermin dengan pemahaman masyarakat tentang eksistensi dan manfaat ASEAN itu sendiri. Namun pada kenyataannya, pemahaman serta awareness tentang ASEAN belum tumbuh di masyarakat, khususnya di Indonesia. Dilansir dari polling yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2015, hanya sekitar 25,9 persen dari masyarakat Indonesia yang paham tentang ASEAN. Polling yang mengambil sampel langsung ke kalangan grass root seperti pegiat UMKM, pelosok daerah, hingga perbatasan ini menunjukkan betapa rendahnya public awareness masyarakat Indonesia mengenai ASEAN.
Riaz juga bercerita bahwa ia menggaet beberapa akademisi dari berbagai universitas di Yogyakarta serta budayawan untuk merumuskan sebuah draft narasi berkaitan dengan konsep Identity of ASEAN. Alasannya karena selama ini, kata “Identity of ASEAN” hanyalah sebuah jargon tanpa memiliki sebuah konsep maupun makna. Dalam pertemuan yang dilakukan di Kota Yogyakarta tersebut, terciptalah narasi perpaduan antara nilai-nilai dasar pembentukan ASEAN (Constructed Value) dengan nilai-nilai yang telah mengakar kuat di kawasan Asia Tenggara yang bersumber dari norma dan tradisi kawasan tersebut (Ascribed Inherited Values). Perumusan konsep ASEAN Identity ini diharapkan dapat menjadi sebuah self-reminder tentang tempat kita berasal serta menciptakan sense of belongings dan ‘we’ feeling antarwarga ASEAN. Setelah sukses didiskusikan secara nasional, narasi ini kemudian diajukan ke tingkat regional dan dibahas di pertemuan koordinator pilar sosial budaya ASEAN. Pada saat itu, koordinator pilar sosial budaya ASEAN langsung menyetujui bahwa pada 2020 akan dicanangkan sebagai “2020 year of ASEAN Identity”.
Sesi kedua dilanjutkan oleh pemaparan materi dari Aisha Rasyidilla Kusumasomantri (Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia). Presentasi diawali dengan penyampaian hasil riset tentang pemahaman mahasiswa Indonesia mengenai ASEAN Integration. Riset yang dilakukan oleh Aisha pada 2014 ini didasari oleh teori yang pernah dikemukakan Jurgen Ruland, bahwa untuk mencapai sebuah integrasi dibutuhkan beberapa tahapan yang harus dipenuhi. Tahapan ini yakni pengetahuan, interaksi antarwarga anggota ASEAN, dan pertukaran pelajar. Pada kesimpulan penelitian tersebut, diketahui bahwa mahasiswa di Indonesia masih memiliki pengetahuan yang sangat minim terhadap negara-negara ASEAN dan sedikit dari mereka yang pernah berinteraksi dengan warga anggota negara ASEAN atau mengikuti pertukaran pelajar.
Aisha mengkritik organisasi regional ASEAN yang masih bersifat elitis dan belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat. “Perlu adanya integrasi dan kerja sama lebih lanjut di antara berbagai sektor agar ASEAN tidak hanya menciptakan sebuah norms and value yang kemudian diusung oleh para elite, tetapi juga cara agar elite bisa menginternalisasi norms and value tersebut di antara masyarakat ASEAN,” pungkas Aisha pada akhir pemaparannya. Seminar ini kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Meski tidak dapat bertemu secara langsung, para peserta tetap antusias dalam memberikan berbagai pertanyaan kepada kedua pembicara. Setelah kurang lebih 45 menit sesi tanya jawab ini berlangsung, pembawa acara menutup acara ini dengan pemberian kenang-kenangan kepada pembicara, kemudian dilanjutkan dengan sesi foto bersama oleh seluruh peserta Webinar #1.
Discussion about this post