Bulan April 2016 dibuka dengan hebohnya pemberitaan mengenai Panama Papers. Bocornya 11,5 juta dokumen yang disebut Panama Papers dari database Mossack Fonseca, sebuah firma hukum di Panama yang ahli membuat perusahaan di yurisdiksi asing (offshore), menyeret nama banyak figur publik. Banyak nama pejabat negara, selebritas, pengusaha hingga atlet olahraga di berbagai penjuru dunia tercantum dalam bocoran dokumen tersebut. Bermula dari surat kabar Jerman Süddeutsche Zeitung yang kemudian membagi Panama Papers dengan The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), investigasi besar yang melibatkan lebih dari 100 organisasi dari seluruh dunia dimulai.
Senin, 4 April 2016, Tempo sebagai satu-satunya pers Indonesia yang tergabung dalam investigasi Panama Papers merilis laporan berita terkait keberadaan dokumen tersebut untuk pertama kalinya. Sejumlah nama pengusaha dan pejabat Indonesia terus bermunculan dalam rilis-rilis berikutnya. Sebut saja pengusaha James Riady, Sandiago Uno, Riza Chalid, Ketua BPK Harry Azhar Azis hingga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Panjaitan. Munculnya sejumlah nama tokoh tersebut dalam Panama Papers menimbulkan kecurigaan publik. Latar belakang Mossack Fonseca yang banyak membantu pengusaha hingga kriminal untuk menyembunyikan dana mereka di yurisdiksi asing menimbulkan kecurigaan publik terhadap tokoh yang tercatut namanya dalam Panama Papers. Pasalnya, berbagai modus mulai dari kebutuhan transaksi perusahaan, pencucian uang hingga pengemplangan pajak ditengarai menjadi alasan pendirian perusahaan bayangan di yurisdiksi asing.
Selain dihebohkan dengan berita Panama Papers, masyarakat Indonesia juga tengah diramaikan dengan kasus yang menyeret nama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjajaha Purnama alias Ahok mengenai reklamasi Teluk Jakarta. Diawali dengan penangkapan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi dan Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja oleh KPK, pada Jumat (01/04), dalam kasus dugaan suap sebesar Rp 2 miliar terkait izin reklamasi Teluk Jakarta. Reklamasi Teluk Jakarta dalam wujud 17 pulau ini untuk sementara diberi nama Pulau A hingga Q, sedangkan izin proyek reklamasi yang dikeluarkan oleh Ahok adalah untuk Pulau F, Pulau I, Pulau K, dan Pulau G. Pemprov DKI Jakarta mewajibkan kepada pengembang agar proporsi 15 persen lahan pulau buatan untuk fasilitas umum dan sosial yang telah diatur dan disepakati dalam dua rancangan peraturan daerah.
Namun, karena KPK menduga ada kongkalikong antara anggota DPRD DKI Jakarta, Agung Podomoro Land Tbk, dan pemda untuk merubah kebijakan dengan suap yang kemudian kewajiban untuk pengembang hanya menjadi 5 persen. Meskipun terdapat kasus suap tersebut, Ahok tetap menyatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta akan terus melanjutkan reklamasi berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1995 dan izin reklamasi dari Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 yang dikeluarkan pada 23 Desember 2014. Sebelumnya Presiden Jokowi juga telah menyampaikan tiga instruksi penting terkait pelaksanaan proyek reklamasi di Indonesia yang nantinya akan menjadi landasan kerja Komite Bersama Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Meskipun dua kasus di atas hingga kini masih belum usai, muncul berita baru dari sektor moneter pada pertengahan April lalu yang diharapkan dapat membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia. Reformulasi suku bunga acuan dari BI Rate menjadi BI 7-day Repo Rate yang diperkenalkan oleh Bank Indonesia ini mulai berlaku pada 19 Agustus 2016 mendatang. Dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 20-21 April 2016 lalu memutuskan untuk menahan BI Rate sebesar 6,75 persen dan BI 7-day Repo Rate pada level 5,5 persen yang setara dengan suku bunga operasi moneter 7 hari. BI menyebutkan ada beberapa dampak positif dengan adanya kebijakan baru ini, seperti menguatnya sinyal transmisi moneter sebagai acuan utama di pasar keuangan dan dapat membentuk pasar keuangan yang lebih dalam antar bank untuk tenor 3 hingga 12 bulan.
(Farisa Puspita dan Ismah Santika/EQ)
Sumber: diolah dari berbagai sumber