“Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengubah visi menjadi kenyataan.”
Warren G. Bennis
Terlepas dari figur yang nantinya akan duduk di kursi istana, negara ini toh harus tetap bergulir. Indonesia masih pada lembar yang sama dalam hal menyejahterakan masyarakat; visi perekonomian menjadi kunci. Kebijakan berpaket-paket dan siasat moneter terus diformulasikan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi selama lima tahun ini. Namun, perjalanan ini tentu tak melulu soal titik tujuan. Kabinet Kerja mencantumkan titik tujuannya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Tiap langkah selalu meninggalkan jejak sejarah pun juga noda.
Mari mulai dari goresan baik: inflasi, pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan. Pada masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), inflasi Indonesia secara year-on-year dapat ditekan hingga 3,13%. Angka ini melampaui target 2018 sebesar 3,5%. Angka pengangguran menjadi yang paling rendah sejak dua puluh tahun silam dan kemiskinan juga menjadi yang terendah sepanjang sejarah dengan 9,66%. Ketimpangan pendapatan stabil menciut selama lima tahun belakangan dengan rasio gini Maret 2018 mencapai titik terendah sejak 2011.
Revolusi Baru Pertahana
Tak ada gading yang tak retak. Noda tercipta dalam pewujudan RPJMN: pertumbuhan ekonomi, kinerja ekspor, dan defisit neraca perdagangan. Pertumbuhan ekonomi memang merangkak naik perlahan tiap tahunnya hingga 5,17%. Meskipun demikian, kenaikan ini sesungguhnya stasioner. Pertumbuhan ekonomi belum pernah mencapai yang dicitakan RPJMN, yakni sebesar 7%. Pengamat ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa struktur ekonomi Indonesia masih rapuh dan urgen untuk dibenahi. “(Struktur ekonomi) belum sesuai amanat konstitusi. Konsekuensi dari struktur ekonomi yang rapuh membuat serapan tenaga kerja menjadi kurang berkualitas,” ungkap Bhima. Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Kinerja ekspor masih belum bisa diandalkan. Sektor industri manufaktur yang erat kaitannya dengan kinerja ekspor masih jauh tertinggal, setidaknya dibanding negara ASEAN lain.
Pada 2018, neraca perdagangan mengalami defisit terburuk sepanjang sejarah. Impor Indonesia meningkat tajam sebesar 20,15%, sedangkan nilai ekspornya hanya naik 6,65%. Alhasil, sepanjang 2018 terjadi defisit perdagangan sebesar US$8,57 miliar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengindikasikan bahwa salah satu biang defisit neraca perdagangan adalah besarnya impor migas, yakni US$12,4 miliar. Kepala BPS, Suhariyanto, mengonfirmasi melebarnya defisit disebabkan perlambatan perekonomian global serta fluktuasi harga komoditas. Ketergantungan ekspor yang masih berbasis komoditas juga jadi implikasi problem defisit neraca perdagangan.
Tentu saja, petahana berusaha membuat resolusi atas keretakan yang terjadi. Pelbagai agenda prioritas dirancang pasangan calon (paslon) nomor urut 01, Jokowi-Amin, untuk dicanangkan pada pemilihan presiden tahun ini. Nama lama kembali digunakan dengan penyempurnaan, “Nawa Cita Jilid II”. Dari kesembilan butir dalam Nawa Cita, dua misi dikhususkan sebagai langkah di bidang ekonomi dengan masing-masing enam program aksi. Semua program aksi ekonomi paslon 01 pada dasarnya meliputi tiga poin utama, yakni infrastruktur dan konektivitas, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan manajemen makroekonomi.
Pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan akan kembali dilanjutkan untuk mendorong ekonomi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia akan ditempuh dengan reformasi pendidikan dan vokasi. Hal ini ditujukan untuk mendorong angka tenaga kerja siap kerja yang lebih banyak. Untuk manajemen makroekonomi, target utamanya adalah pembenahan defisit transaksi berjalan (CAD) dan kredibilitas pasar di mata global.
Di Atas Kaki Sendiri
Dari sisi lain, paslon nomor urut 02, Prabowo-Sandi, ikut meramu gagasan. Gagasan lahir dengan nama Empat Pilar Menyejahterakan Indonesia. Satu kanal yang akhirnya menjadi tujuan, yakni visi Prabowo-Sandi, Indonesia yang adil dan makmur. Pilar Ekonomi memiliki delapan poin yang terdiri dari rangkaian program aksi. Titik berat delapan poin berada pada Indonesia yang adil, makmur, produktif, memiliki daya saing dan berdiri di atas kaki sendiri. Misi ekonomi ini berdasar pada pandangan strategis Prabowo yang terdapat pada buku karangannya yang berjudul Paradoks Indonesia.
Tidak berhenti sampai di penjelasan pilar ekonomi, paslon ini menjelaskan secara rinci 41 rangkaian aksi bidang ekonomi. Rangkaian aksi yang sejatinya menjadi tampuk kepemimpinan paslon kerap menjadi buah bibir masyarakat. Salah satunya ialah mengakhiri rezim devisa bebas yang selama ini dijalani Indonesia sejak krisis 1998. Rezim devisa bebas merupakan kebijakan ketika investor bersama modalnya dapat bergerak keluar masuk secara bebas. Baik Prabowo maupun Sandi telah memaparkan tujuan gagasan, yaitu menarik semua devisa milik Indonesia yang terparkir di luar negeri dan dapat dikonversi menjadi rupiah. Manfaat yang diidamkan adalah devisa tersebut dapat digunakan untuk modal investasi dan juga permintaan rupiah akan naik dan nilainya akan menguat.
Berbeda dengan Malaysia yang mensyaratkan devisa yang masuk harus tinggal selama enam bulan atau pun Thailand dengan kebijakan devisa harus dikonversi menjadi Baht untuk digunakan, kebijakan devisa Indonesia memang terbilang longgar. Bukan tanpa alasan pemerintah selama ini melaksanakan kebijakan devisa bebas. Setelah mengalami krisis, Indonesia memang kehausan modal untuk mendorong pertumbuhan. Lantas, pintu untuk modal asing dibuka lebar-lebar. “Kebijakan restrictive (mengakhiri devisa bebas) bisa menghalangi atau discourage investor yang ingin masuk,” jelas Elan Satriawan, Kepala Pemantauan dan Evaluasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), mengenai alasan di balik devisa bebas.
Menurut Elan, alih-alih merevisi kebijakan devisa bebas, terdapat cara lain yang dinilai lebih solutif terhadap modal asing tertahan di Indonesia. Perbaikan sistem perizinan, alih teknologi, dan membangun infrastruktur menurutnya akan membuat gairah minat investor naik. “Secara alamiah mereka (modal asing) akan tinggal karena investasi di Indonesia memang menguntungkan dan return-nya kompetitif,” papar Elan.
Beberapa program aksi juga masih bertolak belakang dengan aksi lainnya dan juga kebijakan saat ini. Contohnya adalah program aksi nomor 23: menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah tinggal utama dan pertama. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang dilansir dari situs Kementerian Keuangan, pendapatan negara terbesar berasal dari pajak. Kontribusi pajak sebagai pendapatan sebesar 85,4% dengan PBB menyumbang Rp17,4 triliun. Dengan gagasan penghapusan PBB rumah tinggal utama dan pertama, negara perlu mencari pengganti penerimaan yang setara.
Langkah Reindustrialisasi
Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa sebenarnya terdapat perbedaan titik berat visi ekonomi masing-masing paslon. Paslon 01 menekankan pada outward-looking dan pembangunan SDM dengan jargon-jargon kemandirian ekonomi, gotong royong, dan ekonomi Pancasila. Paslon 02 menekankan pada topik ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan rakyat secara inward-looking dengan rezim devisi bebasnya. Komitmen keduanya sepakat pada upaya industrialisasi. Sayangnya, belum ada langkah eksplisit dari masing-masing paslon untuk mengatasi melempemnya sektor manufaktur. “Permasalahannya ada pada kebijakan teknis. Keduanya sudah punya komitmen, tinggal how to-nya yang belum clear,” jelasnya.
Indonesia mengalami deindustrialisasi prematur yang terjadi karena lompatan ke sektor jasa terlalu cepat ketika proporsi manufaktur masih di bawah 30%. Bhima berpendapat bahwa saat ini Indonesia masih mengalami kegagalan dalam menyelesaikan tahapan pembangunan. “Pascareformasi, porsi manufaktur saat ini di bawah 20% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2001, porsi manufaktur sempat mencapai 29%,” imbuh Bhima. Belum lagi data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa rata-rata tingkat deindustrialisasi Indonesia terhadap PDB selama periode 2009-2016 mencapai 3,6%, lebih tinggi dari Thailand dan Malaysia.

Pertarungan strategi yang mereka canangkan begitu sengit. Kedua paslon membawa misi bersama dengan kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Melihat gagasan strategi kedua paslon, sudah yakin pilih siapa?
(Andhika Mujiyono, Siti Annissa/EQ)
Discussion about this post