Pernahkah Anda melihat sebuah poster acara dengan tanda bintang (*) seperti di atas yang dibubuhkan di belakang nama pembicara? Apabila iya, mungkin Anda mengetahui bahwa di bagian bawah poster biasanya tertulis: *) dalam konfirmasi. Penambahan tersebut merupakan kompensasi penyelenggara kepada masyarakat bahwa mereka belum bisa menjanjikan pembicara tersebut dapat hadir. Namun, pada sebuah acara besar baru-baru ini, terdapat lubang-lubang kesalahan yang berawal dari absennya tanda ini dalam posternya.
Pada hari Kamis (6/12) Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengadakan Kuliah Umum dan Talkshow bertemakan “Nasionalisme di Era Digital” di Grha Sabha Pramana (GSP). Dalam poster yang dipublikasikan jauh-jauh hari oleh penyelenggara, terpampang nama-nama pembicara yang tak asing dalam bidang startup digital. Sebut saja Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika), Achmad Zaky (CEO Bukalapak), Nadiem Makarim (CEO Gojek), M. Alfatih Timur (CEO Kitabisa.com), serta Adamas Belva Syah Devara (CEO Ruang Guru).
Poster ini tentunya menarik berbagai kalangan masyarakat, terutama mahasiswa, untuk hadir. Tak hanya dari UGM, bahkan mahasiswa dari universitas lain seperti Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) turut hadir dalam kuliah umum tersebut. Ekspektasi yang tinggi ini didukung oleh kredibilitas penyelenggara yaitu universitas ternama di Indonesia serta kementerian. Hal ini dibuktikan dengan jumlah peserta acara tersebut yang mencapai ribuan orang.
Namun, betapa terkejutnya para calon peserta ketika terdapat unggahan poster baru sekitar satu jam sebelum acara dimulai. Bagaimana tidak, tiba-tiba saja seluruh pembicara yang dijanjikan hadir diganti begitu saja. Perbandingan poster pertama yang diunggah pada situs gudeg.net pada hari Senin (3/12) di bawah ini terlihat berbeda dengan poster yang diunggah oleh akun Twitter pribadi salah satu pembicara (@defickry) pada hari Kamis (6/12).
Perbandingan poster awal (atas) dengan poster yang diunggah pada hari-h acara (bawah)
Pada poster terbaru, terlihat bahwa nama-nama pembicara berubah menjadi MS Fikri (Head of Community Bukalapak), Gun Gun Siswandi (Staf Ahli Bidang Komunikasi Massa Kemkominfo), M. Aditya Arief Nugraha (President Director Gamatechno Indonesia), dan Evan Purnama (CEO Qiscus Indonesia). Pemberitahuan mendadak yang sependek pengetahuan kami diunggah melalui tweet salah satu pembicara tersebut membuat banyak penonton kebingungan dan berujung pada kekecewaan. Pasalnya, penyelenggara tidak membubuhkan tanda bintang dan keterangan “dalam konfirmasi” pada poster awalnya sehingga calon peserta telah berharap bahwa pembicara awal akan benar-benar hadir.
Miskomunikasi antarpihak penyelenggara terlihat sejak awal acara, yaitu pidato Rektor UGM. Dalam sambutannya, beliau masih menyebutkan nama-nama seperti yang tertera di dalam poster awal. Acara berikutnya adalah pemberian kuliah umum yang seharusnya diisi oleh Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika). Namun, yang akhirnya mengisi kuliah adalah Gun Gun Siswandi selaku staf ahli Kementrian Komunikasi dan Informatika. Menteri Komunikasi dan Informatika sendiri dikabarkan tidak dapat hadir karena memiliki kepentingan lain.
Materi yang disampaikan meliputi infografis-infografis dari penggunaan internet dan media sosial di Indonesia. Selain disinggung juga tentang hal-hal yang perlu kita persiapkan untuk membina masyarakat agar lebih paham mengenai digitalisasi yang sedang terjadi. Poin penting yang ditandai sebagai masalah yang harus kita hadapi bersama-sama adalah bagaimana cara kita mendidik Sumber Daya Manusia (SDM) kita agar bisa lebih melek teknologi. Disebutkan bahwa sebenarnya daya beli masyarakat Indonesia sebenarnya sudah mampu untuk mengikuti perkembangan teknologi dan informasi. Selain itu, kuliah umum tersebut juga membahas masalah perubahan-perubahan yang terjadi di era digital, kelebihan dan kekurangan dari penggunaan jaringan online. Kuliah umum ditutup dengan penegasan kembali mengenai mengapa masyarakat perlu “melek digital”.
Kemudian, acara dilanjutkan dengan talkshow yang dimoderatori oleh Indria Sastrotomo. Di atas panggung, terdapat empat kursi pembicara dan satu kursi moderator. Dari empat pembicara yang diharapkan hadir, yang berada di atas panggung sejak acara pertama dimulai hanya dua pembicara. Pembicara-pembicara tersebut adalah M. Aditya Arief Nugraha dan Evan Purnama.
Pada awal sesi talkshow tersebut , Adit menjelaskan, “ketika kemarin sore saya dihubungi oleh panitia, saya sempat ragu karena tema acara yang tidak biasa.” Adit dan Evan kemudian berbagi pengalaman dalam berusaha di bidang startup digital dan pentingnya kesadaran masyarakat tentang nasionalisme di era digital ini. Setelah sesi talkshow Adit selesai, pembicara ketiga yaitu Muhammad Fikri baru datang lantaran baru saja turun dari pesawat, seperti yang telah dijelaskan moderator sebelum acara talkshow dimulai. Moderator lalu memberikan beberapa pertanyaan kepada Fikri terkait keterlambatannya, barulah setelah itu acara talkshow kembali dilanjutkan oleh Evan.
Sebagai penonton, kekecewaan yang kami rasakan bukan karena kredibilitas pembicara yang hadir. Tentu saja materi yang disampaikan masih berkesan dan tidak seratus persen bergantung pada siapa yang menyampaikannya. Namun, penyelenggara terkesan kurang persiapan dan kurang bertanggung jawab atas ketidakmampuan untuk menghadirkan pembicara-pembicara yang telah dijanjikan. Penonton dikecewakan oleh eksekusi acara yang tidak sesuai ekspektasi mereka.
“Poster acaranya baru di-post seminggu, bahkan mungkin beberapa hari sebelum acara. Jadi, sebenernya saya sudah skeptis terhadap acara ini karena menghadirkan keempat pembicara yang mumpuni tersebut, ditambah menteri (pula), memang sangat sulit dan butuh effort. Nah, ternyata terjadi beneran, pembicaranya tidak hadir,” ujar Najmi, salah satu peserta yang merupakan mahasiswa UGM. “(Hal) yang menjadi kritik saya adalah ya masa institusi sebesar UGM seenaknya sendiri mengubah pembicara, itu menunjukkan bahwa kampus tidak profesional dalam menyelenggarakan acara. Padahal yang datang sangat banyak udah kaya wisuda,” lanjutnya.
Apabila pembicara memang belum mengonfirmasi secara resmi bahwa mereka dapat hadir, alangkah baiknya penyelenggara menyatakannya dalam poster berupa tanda bintang (*) pada umumnya agar masyarakat tidak menaruh harapan terlalu tinggi. Di sisi lain, apabila ternyata pembicara secara tiba-tiba membatalkan ketersediaannya, alangkah lebih etis apabila penyelenggara meminta maaf kepada peserta dan memberikan transparansi mengenai alasan para pembicara tidak dapat hadir.
(Azellia Alma Shafira dan Shafira Jessenia Jasmine)
Discussion about this post